Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan Hukuman Mati Meluas

Kompas.com - 29/09/2012, 05:16 WIB

Jakarta, Kompas - Dukungan atas wacana penerapan hukuman mati terhadap koruptor meluas karena dianggap dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi dan masyarakat luas. Namun, opsi itu perlu disertai kajian mendalam tentang kriteria penerapannya, terutama pada besaran nilai uang yang dikorupsi.

Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Fatah dan Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amien menyatakan dukungan itu secara terpisah di Jakarta, Jumat (28/9).

Mereka menilai, praktik korupsi tetap saja marak di Indonesia meski sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi yang bekerja memberantas korupsi. Hal ini terjadi akibat hukuman yang ada masih dianggap cukup ringan.

Menurut Abdul Fatah, penerapan hukuman mati terhadap koruptor telah menjadi wacana di Muhammadiyah. Halaqah Tarjih Muhammadiyah di Solo tahun 2006, misalnya, mengeluarkan tiga opsi hukuman berat terhadap koruptor, yaitu hukuman mati, penjara, dan pengasingan. Tindak pidana korupsi dianggap sebanding dengan perampokan besar karena merupakan kejahatan kemanusiaan, mengambil harta benda negara secara paksa, dan merugikan negara dan rakyat.

”Hukuman mati terhadap koruptor itu menjadi salah satu pilihan, terutama jika korupsinya dianggap menimbulkan kerugian besar pada negara,” katanya.

Ma’ruf Amien menjelaskan, MUI mewacanakan kemungkinan hukuman mati terhadap koruptor pada Musyawarah Nasional di Jakarta 2010. Para ulama menekankan perlunya hukuman berat terhadap koruptor, jika perlu hukuman mati. Pembicaraan masih umum.

”Hukuman mati dapat dilaksanakan jika hukuman yang ada belum membuat jera. Hukuman mati boleh saja kalau dianggap dapat membawa efek jera sehingga orang menjadi tidak berani lagi korupsi,” katanya.

Ma’ruf Amien berharap, wacana ini dapat terus dikaji, terutama dengan merumuskan kriteria koruptor yang pantas dijatuhi hukuman mati. Salah satunya, nilai korupsinya besar.

Wacana ini menguat setelah Musyawarah Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Cirebon, Jawa Barat, pertengahan Setember ini, menetapkan, hukuman mati atas koruptor dimungkinkan jika nilai korupsinya membangkrutkan negara dan berulang. (IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com