Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ASEAN Harus Bersatu atau Akan Dikucilkan

Kompas.com - 21/09/2012, 02:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Negara-negara anggota ASEAN harus mampu memanfaatkan momen konferensi tingkat tinggi November mendatang untuk menyatukan kembali komitmen serta suara organisasi itu dalam menyikapi sengketa kawasan di perairan Laut China Selatan.

Jika tidak, ASEAN berisiko ”dikucilkan” oleh negara-negara adidaya, seperti China dan Amerika Serikat, yang tengah berebut pengaruh di kawasan Asia Tenggara.

Peringatan tersebut disampaikan Ralf Emmers, dosen S Rajaratnam School of International Studies, Singapura, di Jakarta, Kamis (20/9). Emmers menjadi salah satu pembicara dalam seminar internasional terkait Kesatuan ASEAN dan Pendekatan Kekuatan Kawasan.

”Apa yang terjadi Juli lalu harus menjadi peringatan agar ASEAN satu suara saat menghadapi kekuatan-kekuatan besar di kawasannya. Jika tidak ASEAN akan dikecualikan, sementara negara-negara adidaya tadi bakal mencari sendiri kesepakatan di antara mereka,” ujar Emmers.

Dia menilai, baik China maupun AS masih cenderung memilih ASEAN tetap menjadi penjuru dalam upaya menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan. Seperti diketahui, empat dari 10 anggota ASEAN menjadi negara pengklaim dalam sengketa wilayah di kawasan itu.

Namun, Emmers menambahkan, kondisi seperti itu tidak lantas bisa diartikan bahwa negara-negara kekuatan utama itu akan enggan menggunakan kekuatan militer. Dia meyakini AS tak bakal ragu mengerahkan kekuatan militernya, terutama jika prinsip kebebasan navigasi dan jalur perdagangan di perairan itu terancam.

”Buat AS, prinsip kebebasan bernavigasi dan stabilitas di Laut China Selatan bagaikan aturan suci yang tak dapat ditoleransi pelanggarannya. Mereka saya pikir tidak akan ragu untuk melancarkan perang jika sampai prinsip itu dilanggar. Prinsip itu sangat penting bagi perdagangan dan ekonomi global,” imbuhnya.

Kendala COC

Terkait pembicaraan soal kode tata berperilaku (code of conduct/COC), yang selama ini diyakini bakal menjadi solusi untuk menghindari benturan dan kesalahan kalkulasi di lapangan, Emmers mengaku tak terlalu yakin draf COC itu bisa diselesaikan dalam waktu dekat dan disepakati dengan mudah.

Ada banyak faktor ikut menentukan, termasuk kondisi politik dalam negeri setiap negara, terutama ketika AS dan China saat ini tengah mengalami periode transisi kekuasaan.

Kondisi itu menyulitkan keduanya mengambil keputusan atau konsensus, bahkan di dalam negeri sendiri.

Saat ditemui seusai seminar, peneliti senior ASEAN Studies Center, Termsak Chalermpalanupap, mengaku yakin ASEAN sebenarnya telah memiliki COC Laut China Selatan, yang telah disepakati dan ditandatangani bersama.

Namun, China di pihak lain masih enggan masuk ke pembahasan draf COC yang telah dimiliki ASEAN tadi dan berkeras melanjutkan pembahasan rinci tentang penerapan deklarasi tata berperilaku (DOC), yang telah ada sejak 10 tahun lalu.

Kesepakatan tentang COC ASEAN-China sebetulnya telah tercantum dalam DOC. Namun, belakangan China menerapkan syarat baru akan bersedia mulai membahas COC bersama ASEAN ketika kondisinya telah benar-benar ”matang”. (DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com