Bab al-Amr—sebuah distrik tempat tinggal di kota nomor tiga terbesar Suriah, Homs—selama ini menjadi semacam simbol pertahanan mereka yang melawan rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Palang Merah Internasional bersiap masuk Bab al-Amr setelah Suriah pada hari itu resmi menyatakan wilayah Bab al-Amr telah ”dibersihkan dari kelompok-kelompok teroris bersenjata yang didukung asing”.
Dewan Nasional Suriah (SNC) menyerukan masyarakat internasional, negara-negara Arab dan Islam, segera turun tangan mencegah pembantaian terhadap warga Bab al-Amr. Dikhawatirkan, pasukan pemerintah melakukan tindakan balas dendam atas penduduk Bab al-Amr yang selama ini dikenal sebagai basis oposisi.
Pasukan pemerintah, Kamis, mengklaim telah menguasai distrik Bab al-Amr setelah digempur sekitar sebulan. Televisi pemerintah merilis gambar pasukan pemerintah berpatroli di distrik itu. Mereka menayangkan wawancara dengan sejumlah penduduk setempat. Pemerintah Suriah juga mengizinkan tim Palang Merah Suriah dan internasional memasuki distrik itu untuk memindahkan para korban yang terluka dan tewas.
Lembaga pemantau HAM Suriah menuduh pasukan pemerintah terlibat pembantaian terhadap penduduk sipil di distrik Bab al-Amr. Menurut lembaga tersebut, sedikitnya 17 warga sipil tewas di distrik tersebut ketika pasukan pemerintah masuk distrik itu, dan 12 di antaranya tewas akibat tusukan pisau.
Panglima Tentara pembebasan Suriah (FSA) Kolonel Riyadh As’ad mengakui, pasukannya mundur secara taktis dari Bab al-Amr, namun pertempuran tetap terbuka hingga rezim Presiden Assad jatuh.
Ia mengatakan, mundurnya FSA dari Bab al-Amr hanya taktik demi menjaga jiwa penduduk sipil, dan tidak memberi peluang kepada pasukan pemerintah memiliki dalih untuk menyerang penduduk sipil di distrik itu.
Keterangan pers yang dirilis satuan tempur Al Farouk dari FSA dan dimuat di surat kabar Mesir, Asharq al Awsat, mengatakan, satuan tempur Al Farouk memutuskan mundur secara taktis dari Bab al-Amr setelah selama 27 hari mampu menghadapi pasukan pemerintah dengan segala peralatan militernya yang jauh lebih canggih.
Satuan elite dari FSA itu menuduh satuan dari pengawal revolusi Iran dan Hezbollah membantu pasukan pemerintah dalam menyerang Bab al-Amr.