Danube Ditutup Total

BRUSSELS, KOMPAS.com - Cuaca dingin ekstrem masih terus mendera sebagian besar wilayah Eropa hingga Kamis (9/2). Pemerintah Serbia secara resmi menutup jalur pelayaran di Sungai Danube dan dua sungai lainnya setelah es menutupi tak kurang dari 600 kilometer jalur sungai tersebut.

Wartawan Kompas Nina Susilo melaporkan dari Brussels, Belgia, suhu udara masih berada di kisaran minus 18 derajat celsius sepanjang hari Kamis. Beberapa perjalanan kereta masih terlambat dari jadwal, bahkan ada pula yang dibatalkan.

Di Belanda, salju masih tebal di tepian jalan. Ini membuat warga tanpa aktivitas penting menghindari bepergian keluar rumah. Jadwal perjalanan kereta api di Belanda juga diperkirakan baru normal setelah 10 Februari.

Namun, kondisi paling ekstrem masih terjadi di Eropa timur. Pemerintah Serbia secara resmi menutup jalur pelayaran di tiga sungai utama, yakni Danube, Sava, dan Tisa, setelah suhu kembali anjlok dan lapisan es di sungai semakin tebal dan luas.

”Sungai Danube, Sava, dan Tisa membeku. Itu sebabnya larangan pelayaran dikeluarkan. Diharapkan pelayaran bisa kembali dilakukan dalam 10 hari ke depan,” tutur Deputi Menteri Infrastruktur Pavle Galic.

Suhu udara di negara bekas Yugoslavia itu kembali mencatat rekor terendah baru pada hari Kamis, yakni minus 28 derajat celsius di kota Smederevska Palanka di bagian tengah, dan minus 25 derajat celsius di kota Novi Sad.

Langkah penutupan Danube juga disusul Bulgaria, Kroasia, dan Romania, yang juga dilintasi sungai terpanjang kedua di Eropa itu. Pihak berwenang menyebutkan, sekitar 90 persen aliran sungai tersebut telah membeku sehingga tak bisa dilewati kapal.

Suhu ekstrem ini juga memicu krisis energi di Serbia. Hari Rabu (8/2), konsumsi energi listrik di negara tersebut mencapai 140,2 juta kWh, yang sebagian besar digunakan untuk menyalakan alat pemanas ruangan seoptimal mungkin demi mengusir dingin.

Tingginya kebutuhan listrik ini membuat perusahaan listrik milik negara EPS membatasi aliran listrik ke beberapa perusahaan yang selama ini menjadi pelanggan terbesar listrik di Serbia, tetapi tidak bergerak di sektor yang vital.

Dalam kondisi kebutuhan listrik sangat tinggi itu, produksi listrik ikut terancam. Pembangkit listrik tenaga air, yang mengandalkan aliran air sungai-sungai besar, terancam tak beroperasi jika sungai membeku.

Sementara itu, pasokan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap juga tersendat karena perjalanan kereta api pembawa batubara terganggu tumpukan salju.

Krisis listrik juga terjadi di negara tetangga Serbia, Bosnia, setelah angin puyuh menumbangkan tiang-tiang listrik dan memutus aliran listrik ke puluhan ribu warga. Di kota Mostar, kota terbesar kedua di Bosnia, sekitar separuh warganya harus menghadapi musim dingin ekstrem tanpa aliran listrik.

Juru bicara pemerintah kota Mostar, Pero Pavlovic, mengatakan, tumpukan salju mencapai ketebalan 80 sentimeter di sebagian besar wilayah kota sehingga mengganggu aktivitas warga.

Warga juga mengalami histeria untuk menumpuk bahan pangan sehingga mereka menyerbu toko-toko dan supermarket. Sebagian warga bahkan sempat adu jotos karena berebut membeli tepung terigu.

Namun, suhu dingin ekstrem ini ternyata belum cukup dingin untuk membuat lapisan es di kanal-kanal dan danau-danau di Belanda tebal. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara Elfstedentocht, atau tur balap skating 11 kota, menyatakan membatalkan rencana pelaksanaan balapan tersebut.

Akhir Februari

Para ahli meteorologi memprediksi, kondisi dingin ekstrem di Eropa ini bisa bertahan hingga akhir Februari karena sampai kini belum ada tanda-tanda gelombang dingin dari kawasan kutub di Rusia utara akan mereda.

Ommar Baddour, ilmuwan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), mengatakan, salah satu faktor penyebab gelombang dingin ini bertahan begitu lama adalah fenomena Osilasi Artik.

Osilasi Artik adalah perbedaan antara tekanan udara di kawasan Artik dan sebagian besar negara-negara Eropa yang terletak di koordinat garis lintang yang lebih rendah. Tahun ini, osilasi itu masuk fase negatif, yang menyebabkan suhu di Eropa relatif lebih dingin dari biasanya, saat suhu di Artik justru menghangat.

Baddour mengatakan, pola tekanan udara ini diharapkan akan berubah mulai minggu depan sampai akhir Februari nanti. (AP/AFP/Reuters/DHF)