Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem Masih Berpeluang Muncul

Kompas.com - 08/02/2012, 03:07 WIB

Jakarta, Kompas - Cuaca ekstrem berupa hujan lebat berpeluang muncul. Hal itu terkait meningkatnya peluang pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian barat, termasuk Jakarta, akibat seruak angin dingin dari daratan Asia.

Seruak dingin yang disebut juga angin Siberia itu, karena membawa massa udara, masih berpotensi menimbulkan banjir meluas.

”Aliran massa udara dari daratan Asia yang mengalami tekanan tinggi (suhu dingin) akan menuju wilayah Indonesia yang mengalami tekanan rendah (suhu panas). Dengan indeks beda tekanan di atas 10 bisa menimbulkan peluang cuaca ekstrem hujan deras,” kata Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kukuh Ribudiyanto, Selasa (7/2), di Jakarta.

Menurut Kukuh, indeks beda tekanan di Hongkong terpantau pada angka 18. Dengan kondisi ini, pada dua hari ke depan bisa berdampak timbulnya hujan lebat di wilayah Indonesia.

”Sebaliknya, ada kemungkinan peluang hujan lebat kecil karena di timur laut Jepang di Pasifik barat terdapat pusat tekanan rendah. Aliran massa udara dingin dari daratan Asia tersedot ke daerah pusat tekanan rendah di timur laut Jepang,” kata Kukuh.

Karena sifat cuaca sangat dinamis, kewaspadaan dan antisipasi perlu terus dilakukan sampai akhir musim hujan, April mendatang.

Dalam beberapa hari mendatang, dampak angin Siberia belum akan terlihat karena cuaca lokal dan siklon tropis lebih dominan. Demikian Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin, Senin (6/2).

Siklon tropis Jasmine, yang terbentuk di sebelah timur Papua Niugini, mulai muncul Minggu, bergerak ke timur menjauhi Indonesia. Hal ini menyebabkan wilayah Indonesia, terutama di sebelah timur, cerah karena massa udara tertarik ke pusat badai.

Siklus lima tahunan

Siklus lima tahunan banjir besar di Jakarta yang dikhawatirkan masyarakat terjadi tahun 2012 bisa terpatahkan. ”Penyebabnya, pasang air laut tertinggi pada awal Februari sudah terlewatkan,” kata Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik BMKG Hary Tirto Djatmiko.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com