BEIJING, RABU -
Dua korban tewas itu menambah jumlah korban tewas menjadi empat orang, ditambah sejumlah warga lain yang juga dilaporkan terluka.
Insiden itu diyakini meningkatkan ketegangan yang terjadi di lokasi yang terletak sekitar 680 kilometer sebelah barat Chengdu, ibu kota Sichuan. Sayangnya pejabat setempat sulit dihubungi untuk dimintai konfirmasinya terkait jumlah pasti korban tewas dan luka akibat insiden tersebut.
Satu-satunya konfirmasi hanya disampaikan melalui kantor berita pemerintah, Xinhua, yang menyebut aparat kepolisian terpaksa melepas tembakan yang menewaskan seorang pengunjuk rasa.
Polisi berargumen, tembakan terpaksa dilepaskan lantaran para pengunjuk rasa menyerang kantor kepolisian setempat. Warga pemrotes disebut melempari kantor dan aparat polisi dengan batu dan bom molotov, serta menyerang mereka dengan senjata tajam.
Pihak kepolisian mengaku telah berupaya melakukan pendekatan terhadap para pengunjuk rasa, namun gagal karena tidak ditanggapi. Mereka mengklaim, massa yang beringas juga melukai 14 petugas di lapangan. Kepolisian juga menyebut telah menangkap dan menahan 13 pengunjuk rasa.
Pemerintah China selama ini berupaya memaksakan kontrol mereka atas warga komunitas Buddha di Tibet.
Menurut kelompok Free Tibet, organisasi perlawanan berbasis di London, Inggris, pemerintah setempat menerapkan kebijakan jam malam bagi warga di daerah itu. Banyak warga ketakutan jika keluar akan langsung ditembak seperti dilontarkan aparat keamanan setempat.
”Warga memang diperintahkan agar tidak keluar rumah di malam hari,” papar kelompok Free Tibet tadi.
Sebelumnya, juga melalui kantor berita tersebut, pemerintah setempat mengonfirmasi bentrokan serupa terjadi Senin lalu di kota Luhuo, yang biasa disebut Draggo atau Drango oleh warga Tibet di sana.