Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Pulang dengan Cibiran

Kompas.com - 17/12/2011, 02:28 WIB

Kairo, Kompas - Opini umum dan media Arab, Jumat (16/12), mencibir penarikan pasukan AS dari Irak. Media Arab pesimistis melihat masa depan Irak dan menyalahkan AS atas situasi karut-marut dan pertumpahan darah yang tak pernah berakhir di Irak selama sembilan tahun terakhir ini. Musthafa Abd Rahman

Harian Al Quds al Arabi menyebut, pasukan AS secara resmi mengakhiri keberadaan di Irak di tengah kebohongan dan upaya pemutarbalikan opini umum secara konstan. Kebohongan besar AS adalah karena kekacauan belum berakhir di Irak. Ledakan ranjau dan bom mobil di seantero Irak terus berlanjut.

Hari Kamis (15/12), akhir keberadaan AS di Irak ditandai dengan penurunan bendera AS, dihadiri Menteri Pertahanan AS Leon Panetta.

Harian Al Khalej di Uni Emirat Arab mengatakan, AS merayakan akhir invasi di Irak untuk menutupi tragedi kemanusiaan. Invasi dan pendudukan AS telah membawa korban tewas sebanyak 103.775 orang. Selain itu, juga terdapat korban tewas 464 ilmuwan dan akademisi Irak, 174 wartawan, dan 4.485 anggota pasukan AS.

Harian Asharq al Awsat menyebut, AS gagal membangun demokrasi hakiki di Irak karena demokrasi yang diterapkan di Irak selama ini adalah semu.

Harian Al Quds al Arabi menuduh Presiden AS Barack Obama seperti pendahulunya, Presiden George W Bush, yang turut berandil melakukan kebohongan. Obama dalam pidatonya di North Carolina, Rabu (14/12), mengatakan, perang Irak adalah simbol keberhasilan AS dalam kurun sembilan tahun. Obama menambahkan, pasukan AS meninggalkan Irak dengan kepala di atas karena membangun Irak yang stabil dan kuat.

Ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan. AS justru meninggalkan praktik korupsi yang merajalela. Penduduk negeri itu belum mengenyam pendidikan, pengadaan listrik, dan air yang memadai. Irak semakin terjerumus dalam pertikaian sektarian, Al Qaeda yang menguat, dan hengkangnya kelas menengah Irak ke luar negeri.

Obama juga berbohong ketika mengatakan Irak telah mengadopsi budaya dan sistem demokrasi model AS. Realitanya, Irak dipimpin satu diktator ke diktator lain.

Tidak murni hengkang

Blok-blok politik di Irak selama ini gagal total mengatasi perbedaan pendapat. Permusuhan antara Perdana Menteri Nouri al-Maliki dan mantan PM Iyad Alawi sangat sengit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com