Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang-orang Kosong "Obyekan" Aparat Malaysia

Kompas.com - 15/11/2011, 07:28 WIB

”Yang menarik, yang dimintai iuran bulanan adalah orang Indonesia. Setiap bulan, dia mendatangi tempat-tempat kerja TKI yang masuk daftar. Uang hasil iuran kemudian diserahkan ke aparat Malaysia. Jadi, setiap bulan kami aman keluar-masuk Malaysia. Aparat Malaysia sudah punya daftar nama-nama kami,” kata Dedi yang asal Sukabumi, Jawa Barat.

Rombongan TKI kedua, yakni yang masih mencari kerja, masuk ke Malaysia menggunakan jasa agen jalur tikus. Meski bermodal paspor pelancong, mereka berharap keterangan paspornya bisa diubah menjadi izin bekerja sebagaimana dijanjikan agen.

Ongkosnya, menurut salah seorang TKI, sebut saja Lambang (35), senilai 2.800-3.000 ringgit Malaysia. Pembayarannya dengan cara dicicil, 200 ringgit Malaysia per bulan. Sementara upah yang dijanjikan agen kepada TKI sekitar 45 ringgit Malaysia per hari.

Kronologi tersebut tidak lebih dan tidak kurang adalah narasi pintu masuk TKI tak berdokumen yang bekerja atau ingin bekerja di Malaysia. Sementara aksesnya dibukakan oleh aparat setempat. Peristiwa ini ironisnya terpantau beberapa waktu lalu saat Pemerintah Malaysia tengah mengadakan pemutihan terhadap pendatang asing tak berdokumen.

Jadi obyekan

TKI tak berdokumen adalah sasaran empuk aparat Malaysia. Di pintu-pintu imigrasi, mereka milik petugas imigrasi. Di dalam kehidupan sehari-hari, mereka milik polisi.

Menurut Budi (25), TKI tak berdokumen asal Kediri, Jawa Timur, selalu saja ada polisi yang datang ke kantong-kantong TKI tak berdokumen setiap minggu atau bulan. Mereka meminta upeti dengan imbalan tidak melakukan penangkapan. Ada pula yang sengaja menunggu bubaran proyek pembangunan setiap sore hari.

”TKI ilegal itu mudah sekali dikenali. Misalnya di proyek-proyek bangunan, hampir semuanya ilegal. Terakhir, dua polisi mencegat saya dan kawan-kawan selepas kerja. Mereka meminta surat-surat. Namanya ’orang kosong’, tak punyalah kami. Mereka lalu minta uang 200 ringgit (Malaysia). Saya bilang, saya hanya punya 150 ringgit. Lalu, saya keluarkan dompet biar dia percaya. Saya katakan, kalau ringgit saya kasih semua, saya tak makan. Akhirnya, dia mau terima 100 ringgit,” kata Budi.

Kisah lain dituturkan Slamet, bukan nama sebenarnya, yang juga TKI tak berdokumen. Suatu siang, seorang polisi meminta telepon selulernya tanpa memberikan surat sita. Polisi beralasan, ponsel tersebut berisi gambar-gambar seronok. Beberapa negara bagian di Malaysia memang mengatur soal itu. Namun, menurut Slamet, negara bagian tempat ia bekerja tidak mengatur soal tersebut.

Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, menyatakan, salah satu masalah pada fenomena TKI tak berdokumen yang tak kunjung tuntas sampai saat ini adalah sistem di Malaysia yang membuka ruang adanya penyuapan. Di sisi lain, sistem tersebut terkesan dilestarikan karena beberapa pihak di Malaysia mendapatkan keuntungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com