Isu nuklir Iran kembali mencuat pekan ini setelah IAEA mengeluarkan laporan yang berisi beberapa indikasi program nuklir Iran mengarah pada pembuatan bom nuklir dan rudal balistik berhulu ledak nuklir.
Laporan ini memicu polemik soal kemungkinan serangan militer terhadap instalasi nuklir Iran. Akhir pekan lalu, Presiden Israel Shimon Peres mengatakan, serangan militer terhadap Iran makin mendekati kenyataan.
Meski demikian, rencana Israel ini ditentang banyak pihak. Rusia dan Perancis terang- terangan menentang aksi militer, sementara Jerman mengingatkan, gagasan serangan militer ke Iran hanya akan memperkuat Pemerintah Iran.
Terakhir, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta pun memperingatkan risiko besar jika aksi militer dilancarkan. Menurut Panetta, serangan militer tak menjamin akan benar-benar menghentikan program nuklir Iran, melainkan hanya memundurkan progres program tersebut ke titik tiga tahun ke belakang.
Selain itu, serangan militer ini juga bisa menimbulkan berbagai dampak yang tak diperhitungkan sebelumnya. ”Dampaknya bisa sangat serius terhadap kawasan (Timur Tengah), termasuk terhadap pasukan AS di kawasan itu,” papar Panetta, Kamis.
Walau demikian, Panetta tetap tak menghapus kemungkinan serangan militer sebagai opsi terakhir saat semua jalan sudah buntu. ”Harapan saya, kita tidak akan mencapai titik itu, dan Iran akan memutuskan menjadi bagian dari keluarga internasional,” tutur mantan Direktur CIA
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Mark Toner, AS sedang mempertimbangkan menerapkan sanksi ekonomi yang lebih kuat kepada Iran.(AP/Reuters/AFP/DHF)