ICC sendiri mengaku terus mencari tahu dan mengecek kebenaran rencana Saif menyerahkan diri.
Selain Saif, mantan kepala intelijen masa pemerintahan Khadafy, Abdullah al-Senussi, juga diberitakan melakukan hal serupa. Senussi terindikasi ada dalam rombongan Khadafy sebelum tertangkap dan terbunuh.
Sejumlah saksi mata bahkan menyebut, Saif dan Senussi kerap terlihat bersama-sama dalam lindungan suku Touareg.
”Saif sangat peduli dengan keselamatannya. Dia yakin, menyerahkan diri (ke ICC) adalah pilihan terbaik satu-satunya buat dirinya,” ujar salah seorang sumber di ICC.
Saif di masa lalu sempat dipandang sebagai tokoh reformis liberal yang potensial. Namun, belakangan dia malah meniru kepribadian ayahnya, yang lebih suka berperang dan menentukan segala sesuatu dalam konteks menang atau mati.
Saif diyakini memilih menyerahkan diri ke ICC mengingat hal itu menjamin keselamatan nyawanya lantaran bentuk vonis di mahkamah internasional tersebut tidak ada hukuman mati.
Sejumlah pengamat menyampaikan keraguan mereka terkait informasi intelijen NTC tentang keberadaan dan rencana Saif tersebut. Keraguan itu dapat dimaklumi, apalagi beberapa kali NTC terbukti membuat pernyataan keliru tentang tertangkapnya Khadafy dan keluarganya.
Menurut mantan pemimpin kelompok pemberontak dari suku Touareg, Rhissa Ag Boula, dirinya berani mengonfirmasikan keberadaan Senussi.
”Saya berani pastikan dia (Senussi) sekarang ada di wilayah utara Mali. Dia menyeberangi utara Niger, Arlit, dengan dikawal pasukan Touareg asal Mali dan sebagian lagi dari Niger. Mereka semua bersenjata,” ujar Boula yang sekarang penasihat presiden di Niger.