Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang dan Sasando Bertemu di Melbourne

Kompas.com - 05/10/2011, 04:28 WIB

Oleh Thomas Pudjo Widyanto

Bimo, anak usia 12 tahun asal Bantul, Yogyakarta, itu mampu menyedot perhatian masyarakat Melbourne dalam rangkaian acara Festival Indonesia, 8-11 September lalu. Dalam bahasa Inggris, bocah kelas VI sekolah dasar itu bercerita : bapak ibu, wayang adalah produk budaya Indonesia. 

Sejak kecil saya sudah memainkan wayang. Wayang bisa terbuat dari kertas karton bekas yang biasa untuk permainan anak-anak. Sementara bagi orang dewasa atau para dalang, wayang terbuat dari kulit kambing atau sapi.

Bimo lalu mengajak penonton bangkit dari tempat duduk, dan meminta menirukan suaranya yang berupa potongan suluk (tembang) pedalangan. ”Ooooong… penonton yang berdiri yang kebanyakan masyarakat Melbourne ikut menirukan suara oooooong… sambil menggerak-gerakkan berbagai tokoh wayang yang sengaja dibagikan kepada seluruh penonton, menirukan gerakan tangan Bimo, ke kanan dan ke kiri.

Bimo merupakan salah satu personel kelompok seni dari Provinsi Yogyakarta. Malam itu tim Yogyakarta menampilkan drama tari mengenai sejarah (banjaran) wayang. Repertoar garapan RM Kristiyadi dan Pardiman Djoyonegoro itu, menampilkan peragaan tentang wayang, mulai dari awal kelahirannya, bahan-bahan pembuatan wayang, sampai pada perkembangan wayang yang mengarah ke wayang kontemporer.

Penampilan dari tim Yogyakarta ini terasa sekali mendapatkan reaksi dari penonton, karena penampilannya yang komunikatif. Misalnya ketika masuk ke panggung para pendukung sendratari ini melewati para penonton sambil membagi-bagi wayang. Gerakan-gerakan tari yang ringan dengan iringan musik gamelan yang cenderung bernada sampak, dengan cepat bisa mengajak penonton untuk bereaksi goyang. Inilah bukti bahwa bahasa musik adalah universal, dengan cepat penonton bereaksi dengan gerakan-gerakan spontan.

Tidak kalah menarik dengan penampilan dari Yogyakarta, adalah penampilan musik dengan alat musik sasando khas musik tradisional NusaTenggara Timur. Penampilan tunggal pemain sasando cilik, Tiara Pingak, benar-benar mendapat sambutan hangat dari penonton. Dengan musik sasando yang mampu mengeluarkan bunyi melodi, rytem, dan bas dalam satu petikan itu, salah satunya Tiara membawakan lagu You Raise Me Up . Kontan saja nyanyian siswa kelas I SMP itu, diikuti pengunjung menirukan lagu yang memang akrab di telinga warga dunia itu.

Meski fokus festival Indonesia di Melbourne itu mengangkat budaya NTT, bukan berarti tidak ada kesenian daerah lain yang ditampilkan. Bahkan terkesan kuat sekali Festival Indonesia yang diprakarsai oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI ) di Melbourne dan didukung oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata itu, sengaja ingin menyuguhkan keragaman budaya Indonesia.

”Kami tidak hanya mempromosikan alam, tapi juga budaya. Karena itu dalam festival ini kami juga menyuguhkan fashion, makanan khas Nusantara, di samping menggelar pentas budaya dari berbagai daerah di Nusantara,” kata Noviendi Makalam, Direktur Promosi Luar Negeri Direktorat Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Memang selama tiga hari, selain di gedung tertutup, pertunjukan seni tradisi dari berbagai daerah di Nusantara juga di gelar di pelataran The Palms Crown Entertainment Complex, mulai dari pagi hingga malam hari. Di samping itu, selama berlangsungnya festival juga diadakan workshop tari ke sekolah-sekolah tingkat SMP dan SMA di Melbourne.

Berlatih angklung

Festival ini terlihat tidak hanya pasif memberi suguhan kesenian bagi khalayak Melbourne. Namun juga aktif, dengan memanfaatkan banyaknya masyarakat Melbourne yang mengenal budaya Indonesia seperti seni gamelan dan tari diajak terlibat untuk pentas dalam festival. Kelompok musik angklung dari kantor Konsulat Jenderal di Melbourne, membagi-bagikan musik angklung kepada penonton dan secara spontan mengajak berlatih bermain angklung. Dalam waktu setengah jam, secara massal sudah mampu menyanyikan sebuah lagu sederhana dengan kompak.

Bahkan kelompok tari DKI Jakarta, lewat tarian Sesundaan mengajak penonton untuk menari jaipong secara massal. Saat pentas siang hari di alam terbuka di Crown Intertainment Kompleks yang terletak di tepian Sungai Yana yang membelah kota Melbourne, kelompok tari dari Yogyakarta membagi-bagikan peluit tradisional yang terbuat dari bambu dan serentak mengajak penonton untuk berlatih menyembunyikan peluit itu.

Dengan penyelenggaraan festival Indonesia, boleh dikata warga telah menemukan pintu Indonesia, tinggal bagaimana menindaklanjutinya agar warga Australia umumnya bersedia masuk lebih banyak lagi ke Indonesia. Itu dibenarkan Noviendi yang dengan yakin menyatakan, ”Indonesia adalah tempat tujuan yang aman bagi masyarakat Australia. Bali memang tujuan terbesar, namun dengan festival ini kami akan menggunakan kebesaran Bali, untuk menarik turis tidak hanya ke Bali, tetapi juga ke daerah lain.”

Sebagaimana dikatakan juga oleh Vinsensius Jemadu, Deputy Directur of International Promotion for Amerika & Public Region, target kunjungan wisata ke Indonesia sampai tahun 2012 nanti bisa mencapai 10 juta wisatawan mancanegara. Harapan kunjungan terbanyak memang dari turis Australia, China, Malaysia, dan Singapura. ”Untuk Eropa kami kurang berharap, karena kondisinya sedang kritis dan waktu perjalanan ke Indonesia yang memakan waktu lama,” katanya.

Harapan agar warga Australia meningkatkan kunjungannya ke Indonesia itu, diungkapkan oleh Acting Konsul Jenderal RI di Melbourne Hadi Sapto Pambrastoro, tahun lalu kunjungan warga Australia ke Indonesia sekitar 800.000 orang. ”Pemerintah menargetkan tahun ini naik 45 persen, dan itu angka yang rasional,” jelasnya.

Di balik upaya Indonesia meningkatkan kunjungan warga Australia ke Indonesia, antusias warga negara itu memang ada. Seperti dikatakan Thana Suphiah, guru Rowville Secondary College–setara SMA-di Melbourne, selepas menyaksikan workshop tari oleh seniman–seniman Indonesia di sekolahnya. ”Indonesia fantastik, Sangat kaya akan budaya. Seni-seni tradisi yang ada itu menunjukkan realitas Indonesia yang beragam. Budaya itulah pintu masuk ke Indonesia. Bahkan saya berharap Indonesia menjadi bahasa kedua setelah bahasa kami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com