Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurnalisme dan Media Sosial

Kompas.com - 24/09/2011, 02:16 WIB

Ignatius Haryanto

Betulkah media sosial akan membunuh jurnalisme? Ini salah satu pertanyaan yang tengah banyak dibahas di berbagai forum.

Paling tidak dalam bulan September ini saja ada tiga forum yang membicarakan kedua hal di atas. Rupa-rupanya banyak orang ingin makin mengerti dan mendalami hubungan kedua hal ini, mencoba melihat hubungan positif dan negatif antara jurnalisme dan media sosial.

Media sosial yang muncul belakangan ini—dalam rupa seperti Facebook, Twitter, dan Linkedin—memang mengubah panorama jurnalisme di Indonesia, terutama yang menyangkut proses pengumpulan berita, proses pembuatan berita, dan proses penyebaran berita.

Dalam proses pengumpulan berita, sudah menjadi umum sekarang ini jika ”status” yang ditunjukkan oleh para orang terpandang—ataupun orang yang biasa jadi narasumber—dalam aneka media sosial mereka bisa menjadi bahan, yang kemudian ditulis di media massa mainstream. Sementara itu, aneka ”informasi” yang tersebar dalam jejaring media sosial juga kerap menjadi informasi yang kemudian disebarkan oleh media massa mainstream. Dalam hal ini, jurnalisme warga memiliki ruang untuk beritanya makin tersebar.

Sementara dalam proses pembuatan berita, kita sekarang pun melihat sudah menjadi sesuatu yang umum ketika media online yang menampilkan jurnalisme memberikan ruang komentar dari para pembacanya atas item berita yang mereka hasilkan.

Sementara itu, dalam proses penyebaran berita, kita melihat aneka tampilan media sosial dipergunakan, baik oleh media itu sendiri maupun para pembacanya, untuk meneruskan berita yang telah diproduksi. Di sini kita berhadapan dengan pembaca atau konsumen media yang memiliki perilaku senang berbagi dalam suasana media yang makin terkonvergensi ini (Henry Jenkins, Convergence Culture: Where Old and New Media Collide, 2006).

Banyak pihak melihat jurnalisme dan media sosial sebagai sesuatu yang sedang populer saat ini dan perlu terus dipromosikan. Namun, tidak semua orang melihat kedua hal ini sebagai sesuatu yang saling menguntungkan. Orang seperti Robert G Picard, misalnya, dalam artikelnya di Nieman Reports (Musim Gugur, 2009) justru mempertanyakan manfaat dari media sosial terhadap perusahaan media secara umum. ”Hanya karena teknologi itu populer untuk kalangan jurnalis dan penggunanya, itu bukan berarti penggunaan teknologi itu lalu menguntungkan perusahaan media secara keseluruhan”.

Picard adalah peneliti di Reuters Institute for the Study of Journalism di Universitas Oxford, Inggris, dan juga dikenal sebagai pakar masalah ekonomi media. Ia pun dikenal sebagai editor dari Journal of Media Business Studies serta penulis 23 buku soal ekonomi dan manajemen media.

Pertanyaan dasar Picard sangat beralasan. Hingga kini, belum ditemukan satu model bisnis yang cukup pas untuk mengintegrasikan media sosial dan jurnalisme ini. Artinya, apakah betul media yang menggunakan ”media sosial” itu telah menghasilkan keuntungan dari penggunaan teknologi media horizontal ini?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com