Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Den Haag Bisa Jadi Bumerang bagi Sejarah Indonesia

Kompas.com - 22/09/2011, 18:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejarawan yang juga sebagai peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, putusan Pengadilan Den Haag, Belanda, terkait tuntutan janda korban tragedi Rawagede 1947 mempunyai sisi negatif bagi sejarah Indonesia.

Hal itu dikemukakan Asvi karena dalam putusan itu secara tidak langsung Belanda tetap menganggap kemerdekaan Indonesia terjadi pada 1949. "Belanda masih belum mengakui Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Mereka menilai apa yang terjadi di Rawagede dianggap sebagai persoalan antara sesama warga Belanda lainnya. Ini yang saya sebut bisa menjadi bumerang bagi sejarah kita. Meskipun, sisi positifnya, mereka mampu mengabulkan tuntutan itu juga baik," ujar Asvi di kantor Kontras, Jakarta, Kamis (22/9/2011).

Selain itu, kata Asvi, dalam putusan itu, Pengadilan Den Haag juga tidak menggunakan istilah kejahatan perang (war crime), tetapi hanya menggunakan istilah eksekusi. Hal itu, menurut Asvi, hanya menjadikan peristiwa pembunuhan ratusan warga Desa Rawagede hanya sebagai ekses belaka, yakni kekeliruan dalam melakukan eksekusi.

"Selama ini Belanda menganggap dirinya korban kejahatan Nazi Jerman dan kekejaman tentara Jepang di Hindia Belanda saat Perang Dunia Kedua. Dengan adanya keputusan Pengadilan Den Haag ini membuat Belanda punya status baru, yaitu pelaku kejahatan perang yang tak kalah kejamnya. Ini yang harus kita kritisi," kata Asvi.

Oleh karena itu, di samping permasalahan gugatan yang dimenangkan oleh korban Rawagede, Asvi juga meminta agar perspektif sejarah dapat dikedepankan terlebih dahulu dalam kasus-kasus kejahatan perang masa lalu. Yang terpenting, menurut Asvi, sebuah negara seharusnya tidak bisa dengan mudah membuat sejarahnya sendiri.

"Tapi, sah-sah saja bila kalangan LSM Indonesia melakukan gugatan terhadap Pemerintah Belanda. Namun, jangan lupa, bisa saja suatu saat nanti, mungkin 10 tahun lagi, ada gugatan senada dari Kota Dili (ibu kota negara Timor Leste), dan Indonesia nanti diminta untuk membayar perampasan perang dan dituntut untuk pelanggaran berat HAM di sana pada Mahkamah Internasional. Kita harus siap kalau ini terjadi," kata Asvi.

Seperti diberitakan, gugatan hukum kepada Belanda diajukan 11 janda korban brutalitas tentara Belanda pada 9 Desember 1947, dua tahun pascakemerdekaan Indonesia. Gugatan dilakukan sejak 2008 di Pengadilan Belanda di Den Haag. Pada 14 September 2011, pengadilan memutuskan, Pemerintah Belanda dinyatakan bersalah dan harus membayar kompensasi kepada para keluarga korban peristiwa itu.

Namun, meskipun putusan tersebut menyatakan, Belanda harus bertanggung jawab, Hakim Ketua DA Schreuder secara tegas menyebut tindakan Belanda sebagai ilegal (onrechtmatig). Keputusan ini memandang Belanda bersalah karena dianggap telah membunuh warganya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com