Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Kemerdekaan Palestina

Kompas.com - 22/09/2011, 02:02 WIB

Zuhairi Misrawi

Langkah Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengajukan proposal keanggotaan di PBB disambut secara positif oleh dunia internasional. Lebih dari 122 negara mendukung keanggotaan Palestina sekaligus mengakui kemerdekaan negeri terjajah tersebut.

Meskipun demikian, keanggotaan Palestina akan menemukan hambatan serius. Pasalnya, beberapa negara anggota Dewan Keamanan PBB—terutama AS, Inggris, dan Perancis—akan menggunakan veto untuk menggagalkan proposal Palestina. Hanya China dan Rusia yang akan memuluskan jalan keanggotaan Palestina, sedangkan Jerman, Portugal, dan Kolombia masih belum menentukan suaranya.

Tarik-menarik kepentingan

Peta kekuatan politik di Dewan Keamanan PBB menggambarkan dominasi negara adidaya dan tarik-menarik kepentingan politik yang sangat kentara di Timur Tengah. Secara historis, tertundanya kemerdekaan Palestina disebabkan AS dan sekutunya tidak mempunyai kehendak politik untuk mengambil kebijakan yang memihak kepentingan rakyat Palestina.

Sebagaimana dimaklumi, jika dihadapkan pada kepentingan Israel, kebijakan politik luar negeri AS dengan mudah bisa ditebak. Kuatnya lobi Yahudi di Kongres AS disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama. Meskipun kebijakan tersebut merugikan kepentingan AS di Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya, AS tidak akan bisa memalingkan keberpihakannya kepada Israel.

Ada tiga faktor pengajuan proposal keanggotaan yang diinisiasi Palestina. Pertama, pihak otoritas Palestina memandang AS tidak mampu menjadi mediator dan pemberi garansi kemerdekaan Palestina. Perundingan Israel- Palestina yang dimediasi AS kerap kali tidak memberikan hasil memuaskan bagi Palestina.

Pembangunan ilegal Israel di kawasan Tepi Barat dan Jerusalem Timur, yang secara de jure melanggar perdamaian Oslo 2002, tidak mampu diredam AS dan sekutunya. Bahkan, pihak Israel mampu menekan Barack Obama melalui Kongres agar AS tidak memaksa Israel untuk membekukan pembangunan ilegal tersebut. Akibatnya, perundingan perdamaian Israel-Palestina mengalami kebuntuan.

Kedua, momentum revolusi Arab. Jatuhnya Hosni Mubarak, yang selama ini menjadi mediator AS dengan negara-negara Timur Tengah, semakin menambah kepercayaan diri Palestina untuk memulai kembali perundingan tentang kemerdekaan Palestina.

Mesir pasca-Hosni Mubarak akan menjadi berkah politik bagi Palestina. Siapa pun yang terpilih dalam pemilu nanti akan membawa mandat politik dari rakyat, yang secara umum mendukung kemerdekaan Palestina dan anti-Israel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com