Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misi Perdamaian Megawati di Panmunjom

Kompas.com - 21/09/2011, 02:03 WIB

Elok Dyah Messwati

Panmunjom, 15 September 2011.

”Para perwira dan prajurit Korea Utara yang saya hormati. Tugas kalian sangat mulia! Salah satu tugas yang prioritas adalah mengutamakan kedaulatan bangsa dan negara. Jangan goyang sedetik pun pengabdian kalian untuk menyatukan Korea merupakan kewajiban utama sebagai warga bangsa!”

Demikian isi pesan yang ditulis Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri ketika berkunjung ke perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan di Panmunjom, Korut.

Panmunjom merupakan zona demiliterisasi (demilitarized zone/DMZ) yang terletak di selatan Pyongyang, yang berjarak 215 kilometer. Dari Pyongyang, tempat itu bisa dicapai dalam waktu sekitar dua jam dengan kendaraan mobil atau bus. Di perbatasan itu ada Joint Security Area yang dibangun di tengah-tengah DMZ. Jarak 1 km di kiri dan kanan perbatasan merupakan area bebas senjata.

Di tengah areal itu ada tiga bangunan kecil berwarna biru muda yang dijadikan tempat perundingan antara Korea Utara-Korea Selatan dan Amerika Serikat. Di dalam bangunan itulah mereka berunding. Batas negara di dalam bangunan biru itu terletak tepat di atas meja perundingan di mana mikrofon ditempatkan.

Megawati dan rombongan pengurus PDI-P pada 12-16 September lalu bertandang ke Korut atas undangan Partai Pekerja Korea. Di Panmunjom, Megawati dan rombongan sempat memasuki bangunan biru tempat perundingan tersebut dengan dikawal beberapa tentara Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara).

Panmunjom kini menjadi salah satu destinasi wisata turis asing. Jika turis masuk dari Korea Utara, tentara Korea Utara yang mengawal mereka ke dalam bangunan biru. Begitu pula sebaliknya, medio September lalu puluhan turis yang datang dari arah Korea Selatan memasuki bangunan biru dikawal oleh tentara Korea Selatan. Begitu terus bergantian.

Di Panmunjom, Joint Security Area terdapat monumen tanda tangan Presiden Kim Il Sung tertanggal 7 Juli 1994 terkait dokumen reunifikasi nasional. Pada 8 Juli 1994, Presiden Kim Il Sung meninggal akibat serangan jantung.

Belum berakhir

Pada masa lalu, selama beberapa abad Korea merupakan suatu kerajaan. Sejak abad ke-19, bangsa-bangsa lain, seperti China, Rusia, dan Jepang, saling bersaing untuk merebut pengaruh atas Korea. China berkuasa di Korea pada 1881-1894. Kemudian sejak 1910 Korea dikuasai Jepang hingga berakhirnya Perang Dunia II.

Dengan kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, Semenanjung Korea segera dikuasai pasukan Sekutu. Sesuai keputusan yang dicapai Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Inggris di Yalta pada 1945, Semenanjung Korea kemudian dibagi menjadi dua, yaitu bagian selatan di bawah pendudukan AS dan bagian utara oleh Uni Soviet.

Pada 9 September 1948, di bagian utara, Kim Il Sung dan para pengikutnya membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea. Gesekan di antara dua Korea pun meletuskan perang Korea pada 25 Juni 1950-27 Juli 1953. Perang ini saat Amerika Serikat, China, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata.

Presiden Korsel kala itu, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya, tetapi berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Perang Korea belum berakhir hingga kini, bahkan tahun lalu Semenanjung Korea sempat memanas.

Ketua Parlemen Republik Demokratik Rakyat Korea sekaligus Sekretaris Partai Pekerja Korea Choe Thae Bok saat bertemu Megawati mengatakan, situasi yang memanas itu dipicu oleh latihan perang gabungan 600.000 tentara Korea Selatan dan Amerika Serikat yang sangat dekat dengan perbatasan Korea Utara.

Senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara, kata Choe Thae Bok, adalah untuk pertahanan karena pada 2003 Presiden AS George Bush telah memasukkan Korea Utara dalam daftar sasaran. ”Kami terpaksa punya senjata nuklir. Ini bukan untuk menyerang negara lain, tetapi untuk menjaga keamanan kami sendiri,” katanya.

Peluang reunifikasi

Megawati yang datang ke Korea Utara dengan membawa misi perdamaian mengungkapkan dukungannya agar kedua Korea bersatu kembali. ”Terima kasih atas informasi dari tangan pertama ini karena berita yang beredar di luar sangat bias. Kami turut ikut serta memperjuangkan reunifikasi kedua Korea. Di tempat kami, jika ada dua saudara sudah terlalu lama berkelahi, maka harus ada salah satu yang mengalah,” kata Megawati.

Choe Thae Bok juga membuka kemungkinan terjadi reunifikasi Korea, maka bentuk negara yang ditawarkan mereka adalah Republik Konfederasi. ”Pandangan politik pribadi saya juga lebih menitikberatkan pada konfederasi,” kata Megawati seraya menyampaikan keyakinan Presiden Soekarno bahwa kedua Korea suatu saat akan bersatu lagi.

Karena membawa misi perdamaian dalam kunjungannya yang keempat ke Korea Utara, Megawati menitipkan kenang- kenangan wayang kulit Kresna (sang pendamai) kepada Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea Kim Yong Nam untuk disampaikan kepada pemimpin besar Kim Jong Il.

Menurut Ketua Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Hubungan Internasional DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira, mendamaikan kedua Korea merupakan obsesi Megawati demi perdamaian dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com