Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Menyebarkan Kemiskinan

Kompas.com - 20/09/2011, 02:08 WIB

Salah satu tujuan transmigrasi sejak awal adalah mengurangi jumlah orang miskin dengan menambah akses lahan bagi transmigran. Namun, program—yang oleh agronom Perancis, Patrice Levang, dinilai sebagai pemindahan manusia terbesar di bumi yang diupayakan pemerintah—tersebut jangan sampai justru menyebabkan tersebarnya kemiskinan.

Dalam diskusi panel ”Masih Relevankah Program Transmigrasi di Indonesia?” di Redaksi Kompas, Jakarta, 12 Agustus 2011, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar memaparkan sejarah bahwa politik etis Pemerintah Kolonial Belanda ingin mengurangi jumlah orang miskin. Tujuan mengurangi orang miskin itu terus berlanjut hingga masa pra-pembangunan lima tahun (pelita), zaman pelita, hingga zaman otonomi daerah sekarang.

Kontribusi transmigrasi terhadap pengurangan jumlah orang miskin tersebut sejauh ini hanya berupa angka statistik perkiraan. Di lapangan, memang ada sejumlah transmigran dan keturunannya yang tidak miskin lagi. Mereka tampil dalam diskusi tersebut.

I Ketut Pasek, seorang pengusaha transportasi di Lampung, dan Sugeng P Harianto, Rektor Universitas Lampung, adalah contoh generasi kedua transmigran yang tidak miskin.

Namun, ada pula Suriansyah (46) di Desa Sukakarya, Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, yang masih bergulat dengan kemiskinan. Dari 330 keluarga yang ditempatkan di lokasi transmigrasi tersebut tahun 1997-1998, sekarang tinggal 56 keluarga.

Tidak ada jumlah pasti berapa transmigran yang saat ini masih miskin. Data resmi yang tersedia adalah jumlah orang miskin versi Badan Pusat Statistik (BPS). Data terakhir, Maret 2011, jumlah orang miskin 30,2 juta orang, berkurang 1 juta orang dibandingkan dengan Maret 2010. Jumlah orang miskin terbesar masih di Pulau Jawa, yaitu 16,7 juta orang, dengan 9,2 juta di antaranya berada di desa.

Tantangan

Tentu saja tidak serta-merta dapat dikatakan, berkurangnya jumlah orang miskin antara lain karena program transmigrasi setahun terakhir. Namun, masih tingginya jumlah orang miskin di Jawa juga tetap menjadi tantangan pemerintah untuk menguranginya, antara lain melalui program transmigrasi.

Salah satu panelis menekankan, tantangan utama kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan pendapatan petani. Hal itu karena masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan 60 persennya adalah petani. Jika menggunakan hasil penghitungan BPS Maret 2011, jumlahnya mencapai sekitar 18,2 juta petani.

Pemiskinan petani makin cepat karena luas lahan pengusahaan petani makin sempit. Sensus pertanian tahun 2003 memperlihatkan, jumlah petani gurem, yaitu petani yang menguasai lahan kurang dari 0,2 hektar per keluarga, dan buruh tani, yaitu petani tanpa lahan, meningkat signifikan. Jika tahun 1993 jumlah petani gurem di Indonesia 10,9 juta keluarga, tahun 2003 menjadi 13,7 juta orang. Jumlah ini diperkirakan bertambah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com