Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Pasukan Oposisi Tak Pasti

Kompas.com - 05/09/2011, 03:21 WIB

Tripoli, Kompas - Saat pasukan oposisi Libya mulai bergerak menyerbu menuju kota pertahanan pendukung pemimpin Libya, Moammar Khadafy, di Bani Walid, Minggu (4/9), nasib pasukan pendukung Dewan Transisi Nasional yang berasal dari kota-kota lain yang berada di Tripoli masih simpang siur.

Wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman melaporkan dari Tripoli, semalam, Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) Mustafa Abdul Jalil menegaskan, belum ada keputusan dari NTC saat ini atau bahkan sekadar niat untuk mengeluarkan pasukan NTC asal kota lain dari Tripoli dan juga melucuti senjata mereka.

Ia menambahkan, para pejabat NTC di Tripoli telah bertemu dengan para komandan lapangan dan dewan keamanan tinggi untuk berkoordinasi soal pembagian tugas di Tripoli dan sekitarnya.

Sebelumnya, Jumat lalu, penanggung jawab urusan dalam negeri NTC, Ahmed Darat, mengimbau pemuda bersenjata yang datang dari sejumlah kota hendaknya meninggalkan Tripoli setelah kota itu dibebaskan.

NTC memberikan pilihan kepada mereka untuk bergabung dengan pihak keamanan nasional (militer atau polisi) atau kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.

Ahmed Darat dalam wawancara dengan televisi Alarabiya mengungkapkan, NTC memutuskan merekrut 3.000 anggota pasukan NTC untuk dijadikan anggota kepolisian.

Ia menambahkan, NTC telah mencanangkan tiga tahap pengaturan kepemilikan senjata di Libya, yang akan berlangsung selama enam bulan.

Menurut dia, setelah berakhir tenggat enam bulan, pemerintah berniat membeli senjata yang berada di tangan penduduk, kecuali mereka yang memilih bergabung dengan angkatan bersenjata atau kepolisian.

Penyebaran senjata yang begitu luas di penduduk Libya saat ini mulai menimbulkan kecemasan.

Di Tripoli, selama dua hari (Jumat dan Sabtu lalu), penduduk berpawai berkeliling kota merayakan kemenangan revolusi. Markas NTC dijadwalkan akan pindah ke Tripoli pekan depan. Selama ini NTC bermarkas di Benghazi.

Mundur

Saat NTC berusaha mengorganisasikan pasukan mereka, Ismail al-Salabi—komandan kelompok bersenjata Islam yang turut membantu oposisi mempertahankan Benghazi dari serbuan loyalis Moammar Khadafy—mendesak kabinet oposisi mundur.

”Komite eksekutif harus mundur karena mereka bagian dari rezim lama,” ujarnya, mengindikasikan adanya perpecahan dalam kelompok anti-Khadafy.

Al-Salabi merujuk pada kabinet NTC yang dipimpin Mahmoud Jibril, mantan kepala strategi ekonomi Khadafy, dan sejumlah pejabat pada era Khadafy yang berada dalam kabinet beranggotakan 40 orang tersebut.(reuters/was)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com