Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko dan Tamatnya "News of The World"

Kompas.com - 14/07/2011, 03:43 WIB

Informasi yang diperoleh News of the World memang bisa saja disebut tergolong produk liputan investigasi, namun proses perolehan informasinya bisa dikategorikan sebagai informasi yang tidak etis, bahkan menabrak "hukum besi" kode etik jurnalistik dengan melanggar kepentingan pribadi publik maupun lembaga publik.

Bagaimanapun tindakan pemilik dan manajemen media massa News of the World yang memutuskan untuk mengakhiri masa hidup media cetak yang sudah berusia 168 tahun ini merupakan tanggung jawab dan pembuktian pihak pemilik dan manajemen media untuk menerima sanksi sosial dan risiko liputan investigasi yang datang dari korban tindakan peretasan dan penyadapan apakah dalam bentuk penolakan terhadap kehadiran dan eksistensi media massa, termasuk untuk tidak memasang iklan, pengumuman dan kerja sama di suratkabar ini.

Dari kasus berakhirnya usia surat kabar mingguan News of the World di Inggris itu nampaknya komunitas media massa, apakah itu unsur manajemen media massa atau wartawan, dapat menarik pelajaran berharga dalam soal liputan investigasi yang memiliki kandungan masalah peretasan dan penyadapan sebagai bagian dari pengumpulan informasi dalam proses produk jurnalistik.

Pertanyaannya, apakah pengumpulan informasi dengan menyewa jasa dari detektif swasta dan membeli informasi dari pihak kepolisian nantinya akan dikategorikan sebagai tindakan tercela, tidak dapat diterima dan dianggap melanggar hukum? Dalam kode etik jurnalistik universal maupun yang disepakati 29 organisasi profesi wartawan/jurnalis/reporter Indonesia, kemudian disahkan Dewan Pers pada 2006, tidak membenarkan cara-cara semacam itu.

Hanya saja, Indonesia termasuk pasar potensial terhadap perangkat meretas dan menyadap, seperti pemantau taktis sistem lokasi (Tactical Monitoring and Location System/TMLS-2000) dan perangkat jinjing sistem pemantau dan perekam percakapan (Portable Monitoring & Recording System/PMRS-3) maupun pengacau sistem sinyal telepon seluler (GSM Interceptor) yang selama ini dapat dibeli secara langsung maupun dalam jaringan (daring) di internet (online).

Bagaimanapun media massa sulit untuk bisa menjadi pemilik sekaligus pengguna (end-user) profesional yang secara sah bisa memanfaatkan perangkat peretas dan penyadapan tersebut. (*)

*) Petrus Suryadi Sutrisno (piets2suryadi@yahoo.com) adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi dan Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS: www.lpds.or.id) Editor: Priyambodo RH COPYRIGHT © 2011

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com