Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Partai "Titisan" Thaksin

Kompas.com - 01/07/2011, 09:43 WIB

DALAM sebuah kampanye pemilu, Yingluck Shinawatra (43) mengajukan sebuah pertanyaan kepada massa pendukungnya. Yingluck adalah saudari kandung mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra (61) dan calon PM yang diusung Partai Puea Thai (Untuk Thai).

"Saya tak tahu seberapa besar cinta kalian kepada Thaksin. Tetapi, bisakah Anda semua membagi cinta itu kepada saya, adik bungsunya?” ujar Yingluck.

Figur Yingluck terbilang ”pendatang baru” dalam peta politik Thailand. Banyak kalangan menyebut Yingluck tak lebih sekadar ”kloning” sekaligus representasi Thaksin, kakaknya, yang saat ini mengasingkan diri di Dubai, Uni Emirat Arab.

Penilaian itu tak pernah dibantah, termasuk oleh Yingluck. Bahkan, Yingluck mengaku ”sama dan sebangun” dengan kakaknya, baik dalam konteks bisnis maupun visi politik.

Thaksin meninggalkan negerinya tahun 2008, beberapa saat sebelum vonis dua tahun penjara dalam kasus korupsi dijatuhkan kepada dirinya secara in absentia. Thaksin juga bisa terkena tuduhan terorisme dengan ancaman hukuman mati terkait insiden berdarah ketika para loyalisnya, kelompok ”Kaus Merah”, berunjuk rasa menentang pemerintah dan bentrok dengan aparat.

Tidak hanya Yingluck, keberadaan Partai Puea Thai pun dinilai menjadi semacam ”representasi” sosok Thaksin. Partai itu terlihat seperti ”penjelmaan” Partai Thai Rak Thai, pengusung Thaksin yang menang telak pada pemilu tahun 2001 dan 2005.

Semasa memerintah, Thaksin sangat populer dengan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat pinggiran. Sebut saja kebijakan ”Pinjaman Desa” berupa alokasi dana senilai 1 miliar baht yang bisa dimanfaatkan untuk pinjaman perorangan.

Skema pinjaman individual ke 75.000 desa se-Thailand ketika itu juga disebut sebagai program kredit mikro tercepat implementasinya sedunia.

Thaksin diduga masih memegang kendali sepenuhnya atas partai politik baru itu. Apalagi, Yingluck berada dalam posisi teratas tokoh Partai Puea Thai yang menjadi kandidat PM Thailand jika mereka menang telak.

Seperti Thaksin dan partai Thai Rak Thai, Partai Puea Thai memiliki basis massa pendukung yang terkonsentrasi di kawasan utara dan timur laut Thailand. Kedua kawasan itu relatif tertinggal secara ekonomi dibandingkan dengan wilayah lain di Thailand.

Puea Thai juga memiliki ”musuh politik” dari kalangan sama, militer dan elite pemerintahan. Kondisi itu yang diyakini bakal menyulitkan mereka untuk membentuk koalisi jika tak berhasil menang dengan perolehan suara mayoritas.

Dari sisi aturan main, keinginan untuk kembali ke kancah perpolitikan di Thailand bagi Thaksin dan pendukungnya bukanlah perkara mudah

Pemilu Thailand digelar untuk memperebutkan 500 kursi parlemen majelis rendah (DPR). Dari 42 parpol yang mendaftar, hanya 7 yang memenuhi syarat, yaitu memenangi kursi parlemen pada pemilu tahun 2007.

Dari total 500 kursi parlemen yang diperebutkan itu, sebanyak 375 kursi mewakili konstituen di 76 provinsi. Sebagai ibu kota negara, Bangkok memperoleh alokasi kuota sebanyak 33 kursi di parlemen. Sisa 125 kursi akan ditentukan perolehannya dari hasil perolehan suara pemilu, Minggu besok.

Untuk bisa menang telak, parpol peserta pemilu harus mampu meraup perolehan suara mayoritas atau setara dengan lebih dari 50 persen total kursi.

Hal itu sangat sulit terwujud dalam pemilu mendatang, bahkan ketika banyak jajak pendapat menilai popularitas Partai Puea Thai di posisi teratas dan terus menanjak.

Sejumlah pengamat memprediksi Puea Thai mampu mengantongi kemenangan dengan perolehan jumlah kursi lebih banyak daripada Partai Demokrat, partai pemerintah yang menjadi pesaing utama mereka. Partai Puea Thai diperkirakan sanggup meraup 220-240 kursi.

Namun, hal itu tak otomatis membuat mereka bisa ”menghela napas” lega. Untuk membentuk pemerintahan yang stabil dan aman dari ”gangguan” lawan politiknya, Puea Thai harus mencari ”rekanan” untuk berkoalisi.

Dukungan hanya dari satu parpol berperolehan medium dianggap sebagian kalangan masih belum cukup untuk kebutuhan membentuk pemerintahan yang stabil dan ”aman”. Belum lagi kemungkinan ada semacam ”kudeta sunyi” yang dilancarkan seteru politiknya, Partai Demokrat dan kalangan militer. Caranya dengan ”merayu” parpol-parpol lain agar menolak tawaran koalisi Puea Thai dan lebih ”merapatkan barisan” ke Partai Demokrat.

Petahana

Partai Demokrat sebagai pesaing terkuat Puea Thai mengusung PM petahana Abhisit Vejjajiva. Secara terang-terangan, Abhisit menyerang Thaksin dengan mengajak para calon menyingkirkan ”racun Thaksin”.

Abhisit juga menuduh isu rekonsiliasi yang dibawa Puea Thai hanyalah ”kedok” untuk menyamarkan rencana mereka menempatkan Thaksin kembali ke pusaran politik Thailand.

”Rekonsiliasi digunakan sebagai kedok untuk mendapat amnesti bagi Thaksin. Itu tidak benar. Ini tidak fair bagi rakyat Thailand, menempatkan kepentingan Thaksin di atas kepentingan rakyat atau negara,” ujar Abhisit menjelang pemilu.

Partai Demokrat berjuang keras menyaingi popularitas Puea Thai, terutama di daerah pedesaan. Apalagi, Puea Thai dan Yingluck terus memimpin dalam jajak pendapat.

Namun, Abhisit belum mau menyerah. ”Selalu ada peluang untuk kalah dalam setiap lomba. Namun, kami masih punya beberapa hari. Belum waktunya memikirkan hal itu,” ujarnya (AFP/BBC/REUTERS/AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com