Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Preman Presiden untuk Tumpas Pemberontak

Kompas.com - 30/05/2011, 08:51 WIB

BEIRUT, KOMPAS,com - Pemerintah Suriah mengerahkan tentara siluman ala mafia untuk menumpas massa penentangnya dengan cara brutal. Milisi pro-Assad itu disebut "shabiha", dan direkrut dari sekte minoritas Alawite. Selain menjadi tukang gebuk bagi Assad, mereka berbisnis pengamanan, penyelundupan, serta bisnis kriminal lainnya.

Dengan melibatkan preman, pemerintah Suriah bisa mengelak dari tanggung jawab langsung atas pembantaian, eksekusi, perampokan dan gelombang intimidasi terhadap massa oposisi.

Menurut organisasi HAM, lebih dari 1.000 orang tewas selama revolusi Suriah. Banyak yang menjadi korban shabiha. Kini ketika pemberontakan menemukan momentum, preman pemerintah ini mulai memainkan peran sentral.

Menurut warga Suriah, anggota shabiha biasa menenteng senjata, membawa segulung uang, dan melewati pos penjagaan sambil mengangkat senjata laras panjang dari jendela mobil. "Mereka selalu mendapatkan yang mereka minta," ujar seorang warga Suriah kepada The Associated Press. Lelaki 38 tahun itu berhasil menyeberang ke Libanon.

"Kalau mereka menyukai mobil Anda, mobil itu pasti jadi milik mereka. Jika mereka menginginkan apartemen Anda, itu punya mereka. Bila mereka menyukai pacar Anda, dia juga milik mereka," lanjut lelaki yang neminta namanya tidak disebut karena takut pembalasan preman shabiha pada keluarganya yang masih di Suriah.

Dalam banyak hal, shabiha lebih menakutkan ketimbang tentara atau aparat keamanan lain. Bila pasukan pemerintah menembaki rumah-rumah atau demonstran. Para shabiha jauh lebih brutal.

Dalam bahasa aslinya, shabiha berarti gelap atau suram. Namun ada yang menyebut berasal dari kata bahasa Arab "shabah" yang berarti hantu.

Pendapat berbeda diucapkan Tony Badran, periset Foundation for Defense of Democracies di  Washington. Shabiha, katanya, menandakan seseorang dengan daya jangkau panjang atau seseorang yang bisa menjarah dengan impunitas.

Suriah bukan negara pertama yang menggunakan preman untuk melaksanakan pekerjaan kotor pemerintah. Selama revolusi Mesir, milisi propemerintah pun mendapat restu rezim berkuasa. Milisi ini dibentuk dengan cepat dan segera dibubarkan begitu misi rampung.

Bedanya anggota shabiha memiliki ikatan kuat dengan rezim Assad. Mereka tidak peduli dengan nasionalisme, melainkan mementingkan semua keistimewaan yang diberi rezim itu.

Sebagian besar anggota shabiha berasal dari sekte minoritas Alawite, yang juga asal keluaga Assad dan pejabat lainnya. Meskipun hanya 11 persen dari populasi, sekte Alawite mendominasi sejak lama. Hal itu menimbulkan kebencian di kalangan warga mayoritas. Keluarga Assad berhasil meredamnya dengan membawa Suriah menjadi negara sekuler.

Namun sekarang Assad sangat bergantung pada basis kekuatannya itu untuk menumpas pemberontakan. Terlebih ada rumor tentaranya yang Sunni menolak menembak warga sipil.

Dia berusaha memadamkan antusiasme pemberontakan dengan mengkambinghitamkan 'geng bersenjata' dan menyebut rencana asing yang berusaha membangkitkan  perjuangan sektarian.

Status tak resmi shabiha memberi rezim Assad alat untuk memadamkan protes sambil tetap bisa menyangkalnya, kata Badran.

Kelompok oposisi menolak klaim pemerintah soal geng bersenjata dan konspirasi asing di balik aksi kekerasan itu. "Geng bersenjata di negara kami tercinta adalah agen keamanan dan shabiha, yang setia pada rezim," bunyi pesan di halaman Syria Revolution 2011 di Facebook.

Di Talkalah, kota dekat perbatasan dengan Libanon, warga mengatakan shabiha terlihat di antara tentara dan aparat keamanan yang datang untuk menumpas para pemberontak.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com