Hal itu dirilis harian Inggris, The Independent, Kamis (26/5). Tawaran gencatan senjata, yang sudah siap dikirimkan kepada beberapa pemerintahan asing, diungkap Perdana Menteri Libya Al Baghdadi al-Mahmoudi. Harian ini mengaku sudah menerima salinan surat itu.
Wakil Menlu Libya Khaled Kaim untuk pertama kalinya pun mengakui, semua opsi politik terbuka dalam perundingan tentang masa depan negaranya itu. ”Kini saatnya bagi rakyat Libya mengambil keputusan,” kata Kaim seperti dirilis oleh harian The Daily Telegraph, Kamis.
Libya siap menawarkan konsesi yang dirancang untuk mengakhiri pertumpahan darah dari perang saudara, yang sudah berlangsung lebih dari tiga bulan ini. Perang saudara terhitung sejak pecahnya aksi massa menuntut Khadafy mundur, 15 Februari.
”Libya pada masa datang amat berbeda dengan tiga bulan lalu. Hanya saja, kita perlu mempercepat proses. Untuk melakukannya, kita harus menghentikan perang, mulai berdialog, menyusun konstitusi baru, dan menciptakan sistem pemerintahan yang baik,” katanya.
Surat Mahmoudi itu tidak secara spesifik menyebutkan posisi Khadafy jika terjadi gencatan senjata. Dalam komunike sebelumnya telah ditegaskan bahwa Kolonel Khadafy akan terus bertarung. Usulan lain, terutama yang disampaikan anaknya, Saif al-Islam, menggambarkan, Khadafy tetap berkuasa sambil menunggu hasil perundingan.
Usulan Mahmoudi juga mulai dari hal yang sama, Khadafy diizinkan tetap berkuasa, tetapi kekuasaannya bersifat sementara, selama perundingan gencatan senjata berlangsung. Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden AS Barack Obama tampaknya menerima tawaran gencatan senjata tanpa prasyarat bahwa Khadafy harus turun dan pergi ke pengasingan.
Dari Misrata, kota terbesar ketiga Libya, dilaporkan ada sedikitnya 1.000 orang hilang selama pertempuran antara oposisi dan loyalis Khadafy. Selama tujuh pekan, kota itu digempur dan dikuasi loyalis, tetapi pada pekan kedelapan oposisi mengambil alih kota itu. Abdel-Hadi, seorang mantan jaksa, mengatakan, ada warga yang diculik loyalis Khadafy.