Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meru Betiri Menyimpan "Harta Karun"

Kompas.com - 24/05/2011, 07:10 WIB

Tanaman endemis hutan Meru Betiri, yakni cabai jawa (Piper retrofractum vahl), adalah contoh tumbuhan obat langka itu. Berdasarkan penelitian yang dibukukan oleh TNMB, tanaman perdu ini digunakan sebagai pengobatan pasca-melahirkan dan diare.

Selain cabai hijau, masih banyak lagi jenis yang teridentifikasi sebagai tanaman obat. Di antaranya Pollia sp herba, yang bisa digunakan sebagai obat penyakit jantung; Vernonia cinerea atau sawi langit, yang bisa digunakan untuk mengobati kanker kelenjar getah bening; dan Lunasia amara Blanco atau sanrego, yang bisa dipakai sebagai aprodisiak.

Bidan Eko Jinem adalah warga yang merasakan langsung kekayaan tanaman obat Meru Betiri. Di halaman rumahnya di Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo, Jember, Eko menanam berbagai tanaman hutan Meru Betiri.

Sejak 15 tahun lalu, ia membuat racikan tanaman obat. Racikan itu diberikan kepada pasiennya setelah melahirkan.

Kebun karet di balik hutan

Kekayaan Meru Betiri ternyata tak hanya cabai jawa atau penyu belimbing. Di balik lebatnya hutan Meru Betiri tersembunyi hamparan perkebunan karet tua peninggalan Belanda lengkap dengan perkampungannya.

Sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung, Meru Betiri memang telah dibuka oleh Belanda sebagai salah satu lokasi perkebunan baru.

Para pekerja perkebunan berasal dari Madura dan kawasan lain untuk mengelola perkebunan karet, kopi, dan kakao. Pabrik pengolahan karet pun dibuka untuk mengolah langsung hasil perkebunan. Produk perkebunan Meru Betiri selama itu turut meramaikan pasar Eropa.

Sisa kejayaan perkebunan Belanda itu masih terlacak meskipun perkebunan tak seluas dulu lagi. Luasan perkebunan menurut Manajer Produksi dan Tata Usaha di Perkebunan Sukamade Baru, Sulaiman, telah berkurang dari 1.000 hektar menjadi 600 hektar. Sekitar 400 hektar tidak bisa ditanami lagi karena perubahan alam, seperti tergerus sungai.

Pabrik karet pada abad ke-19 pun masih beroperasi. Warga yang dahulu bekerja di perkebunan, secara turun-temurun, mewariskan pekerjaan itu kepada anak cucu mereka. Kepala Sub-Bidang Tata Usaha TNMB Mustafa Imran Lubis mengatakan, wilayah perkebunan yang kini dikelola swasta itu sampai sekarang bertahan di tengah kawasan TNMB. Setelah lebih kurang seabad, kontrak hak guna usaha perkebunan akan berakhir 2023.

Bambang Darmodjo, Kepala TNMB, mengatakan, sejak setahun lalu diadakan pengukuran dampak pemanasan global di hutan tersebut. Meru Betiri kini menjadi aset penting perdagangan karbon dunia. (Siwi Yunita Cahyaningrum dan Dody Wisnu Pribadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com