Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lengsernya Lee Kuan Yew

Kompas.com - 19/05/2011, 02:51 WIB

Christianto Wibisono

Pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan diri lengser dari politik, seminggu setelah pemilu 7 Mei. Dalam pemilu tersebut, partai yang berkuasa, People’s Action Party, memenangi 60 persen suara.

Ia bersama Senior Minister Goh Chok Tong, Sabtu, 14 Mei, menyatakan pensiun dan tidak akan duduk lagi dalam kabinet. Oposisi memang secara mengejutkan telah mengalahkan Menlu George Yeo, menteri paling intelek dari kabinet Lee Hsien Loong. Kekalahan Menlu ini bahkan sempat disesali pada KTT ASEAN oleh beberapa rekan dan pemimpin ASEAN.

Walaupun People’s Action Party (PAP) masih berkuasa dan PM Lee Hsien Loong masih akan melanjutkan dinasti politik Lee Kuan Yew, apa yang terjadi dalam pemilu Singapura 7 Mei disebut Revolusi Orchid, mengacu pada Revolusi Jasmine di Tunisia.

Amnesia politik

Senin, 16 Mei, Indo Barometer mengumumkan hasil survei yang mengejutkan: Soeharto lebih baik daripada SBY di bidang politik. Inilah suatu kontradiksi survei karena pada zaman Orde Baru politik penuh dengan penculikan dan pemberangusan pers.

Anehnya, dalam soal keamanan, responden justru menganggap zaman Presiden SBY lebih baik. Padahal, Presiden SBY dinilai lamban, tidak tegas, dan membiarkan segala masalah sehingga peran negara tak terlihat, terutama terhadap anarki massa yang bahkan sudah berdampak korban nyawa.

Ironis bahwa reformasi yang dihasilkan lewat darah dan nyawa Pahlawan Reformasi yang baru saja diperingati, 12 Mei, malah sudah dilupakan oleh para responden Indo Barometer. Teror biadab 12-14 Mei belum dituntaskan, tetapi sebagian masyarakat malah menganggap Soeharto lebih baik daripada SBY.

Dua gejala ini: ketidakpuasan generasi muda Singapura terhadap generasi tua sekaligus pendiri negara yang tidak korup dan membangun kehidupan termakmur di ASEAN serta amnesia politik para responden Indo Barometer adalah anomali sekaligus bukti bahwa politik adalah sesuatu yang sangat tidak bisa ditebak. Persepsi lebih penting dari realitas dan fakta obyektif.

Terkadang, meski Anda berhasil membangun kemakmuran ekonomi, ketidakpuasan politik bisa bermuara pada suara menentang. Apalagi jika data dan fakta kemajuan ekonomi makro yang dikemukakan pemerintahan SBY-Boediono kurang terasa oleh mayoritas masyarakat. Tentang akan makin besar manakala oposisi dengan gencar mengampanyekan persepsi bahwa SBY peragu, tak desisif, dan tersandera oleh koalisi multipartai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com