Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia Bangun PLTN

Kompas.com - 04/05/2011, 03:17 WIB

Entikong, Kompas - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya mengungkapkan, ada informasi bahwa Malaysia berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di sekitar perbatasan. Pemerintah harus waspada terhadap dampak yang mungkin akan dirasakan masyarakat perbatasan.

”Kita masih harus memastikan informasi itu. Namun, sejak dini kita semua harus mulai waspada jika memang ternyata rencana itu benar,” kata Christiandy dalam penutupan rapat koordinasi masalah perbatasan di Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Selasa (3/5).

Malaysia dipastikan akan mendapatkan manfaat ekonomi sangat besar dari pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) itu. ”Namun, masyarakat perbatasan kita yang nantinya akan menanggung risiko jika terjadi sesuatu,” kata Christiandy.

Diskusi soal rencana pembangunan PLTN di Kalimantan Barat, kata Christiandy, kembali mentah setelah terjadi tragedi nuklir di Jepang belum lama ini. ”Dulu wacana pembangunan PLTN di Kalbar yang memiliki kandungan uranium itu, sudah mulai mengerucut, tetapi kemudian terjadi diskusi yang berbeda setelah tragedi Jepang. Jika Malaysia ternyata benar akan membangun PLTN di perbatasan, Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap soal rencana kita membangun PLTN di Kalimantan Barat,” katanya.

Kekurangan pasokan

Catatan Kompas, sebagian wilayah perbatasan Indonesia masih mengandalkan pasokan listrik dari Malaysia. Indonesia juga berencana akan menambah pasokan listrik dari Malaysia untuk wilayah perbatasan yang sulit dijangkau oleh jaringan PT Perusahaan Listrik Negara.

Dari Malinau, Kalimantan Timur, dilaporkan, desa-desa di perbatasan masih kekurangan listrik. Pasokan dari listrik mikro hidro yang dibangun secara swadaya masih sangat terbatas. Arus pun tidak stabil, sehingga lampu-lampu cepat putus dan perabot elektronik gampang rusak.

Arung, Kepala Desa Metulang, Kecamatan Kayan Selatan, mengatakan, televisi miliknya sudah berbulan-bulan teronggok. Antena parabolanya pun menganggur di halaman.

”Dalam sebulan, satu atau dua lampu neon pasti putus. Padahal satu lampu merek biasa harganya Rp 60.000,” katanya.

Menurut Arung, pemerintah pernah memberi bantuan panel tenaga surya kepada warga pada tahun 2005 lalu. Namun, perangkat ini harus menggunakan aki sebagai penyimpan daya, sementara umur aki hanya 1-2 tahun. Dengan harga aki mencapai Rp 1 juta, hanya beberapa warga yang sanggup membeli.

Jalur udara Jawa-Bali

Di Situbondo, Jawa Timur, Manajer Perencanaan Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Anwar Maricar, memastikan, dua tahun lagi Jawa akan mampu memasok 1.000 MW listrik ke Bali. Hal itu terkait dengan mulai dibangunnya jalur listrik saluran udara yang melintasi selat Bali.

Jalur listrik saluran udara Jawa-Bali adalah aliran listrik dengan ketinggian kabel 376 meter di atas tanah.

”Bulan ini akan ada penandatanganan kesepakatan pembangunan jalur listrik Jawa-Bali,” katanya.

Bali, tambah Anwar, masih membutuhkan pasokan listrik dari Jawa. Sebab, pembangkit di Gilimanuk, Pemaron, dan Pesanggaran hanya memasok 370 MW. Padahal kebutuhannya sudah melampaui 500 MW.

Sisa kebutuhan listrik selama ini dipasok dari Jawa. Namun, pasokan dari Jawa ke Bali masih menggunakan dua jalur kabel bawah laut dengan kapasitas 200 MW. ”Untuk tahun mendatang, apalagi lima tahun lagi, mungkin tidak cukup,” katanya.(AHA/PRA/NIT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com