Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Masih Tanda Tanya

Kompas.com - 19/04/2011, 05:37 WIB

Vonis pengadilan administrasi tinggi Mesir, Sabtu (16/4), untuk membubarkan Partai Nasional Demokrat (NDP) merupakan wujud dari akhir sebuah rezim tirani. NDP adalah pemegang hegemoni kekuasaan di Mesir sejak didirikan mantan Presiden Anwar Sadat tahun 1978 hingga kejatuhan rezim Presiden Hosni Mubarak, 11 Februari lalu.

NDP mengikuti jejak Partai Perkumpulan Konstitusional Demokrasi (RCD) di Tunisia, yang dibubarkan oleh pengadilan Tunisia bulan lalu. RCD adalah partai penguasa pada era rezim Zine al-Abidine Ben Ali (1987-2011).

Kasus pembubaran RCD dan NDP itu menggambarkan, kemenangan mutlak revolusi yang dikobarkan para pemuda di Tunisia dan Mesir meniscayakan pembasmian rezim beserta pilar-pilarnya hingga ke akar-akarnya.

Akan tetapi, jalannya revolusi di Yaman, Libya, atau Suriah bisa jadi memiliki akhir berbeda dengan Tunisia dan Mesir. Rezim Presiden Ali Abdullah Saleh di Yaman kini cenderung hanya bisa diturunkan melalui perundingan dengan mediasi asing, yakni Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Forum perundingan apa pun kerap membuahkan hasil kompromi.

Adapun rezim Moammar Khadafy di Libya kemungkinan besar hanya bisa dijatuhkan melalui opsi militer, yang bisa memakan waktu lebih lama.

Revolusi di Suriah, meskipun sudah berjalan satu bulan, belum berkembang secara signifikan. Aksi antipemerintah baru merebak di kota-kota pinggiran, seperti Daraa, Latakia, Homs, dan Banias. Unjuk rasa besar belum berkobar di kota Damaskus yang merupakan pusat kekuasaan. Maka, masih sulit membaca nasib revolusi Suriah ke depan.

Namun, hal yang tak terbantah dan tak bisa dibendung adalah ada realitas baru di dunia Arab, yakni gerakan demokratisasi yang digalang rakyat. Era monopoli partai dengan pemimpin tunggal telah berakhir di dunia Arab. Tinggal menunggu waktu tibanya gerakan demokratisasi itu di Yaman, Libya, Suriah, Aljazair, dan Sudan.

Bagaimana menggambarkan era demokrasi di dunia Arab nanti?

Ambil contoh kasus revolusi Tunisia dan Mesir, yang sukses menumbangkan rezim di dua negara tersebut.

Ternyata, Tunisia dan Mesir pascarevolusi tidak serta-merta, ibaratnya, langsung masuk surga. Isu sosial, ekonomi, dan juga politik cukup berat membelit kedua negara Arab itu.

Pengalaman berdemokrasi yang tidak dimiliki oleh Tunisia dan Mesir sangat mencemaskan semua pihak, baik di dalam maupun di luar negeri.

Mesir dijadwalkan akan menggelar pemilihan anggota parlemen pada September dan pemilihan presiden pada akhir November atau awal Desember mendatang.

Kalkulasi sementara para pengamat adalah tidak ada partai yang akan memenangi pemilu parlemen nanti secara mutlak. Ikhwanul Muslimin, yang merupakan kekuatan politik menonjol pascarevolusi, diramalkan hanya meraih 25 persen hingga 35 persen suara.

Artinya, Pemerintah Mesir mendatang adalah pemerintahan koalisi. Demikian pula di Tunisia, akan lahir pemerintahan koalisi karena tidak ada partai yang menang pemilu secara mutlak.

Risiko dari belum adanya partai kuat adalah kekuatan politik yang ada harus berkoalisi. Dengan demikian, Mesir dan Tunisia diduga akan dilanda instabilitas politik. Pertarungan atau polemik antarpartai, terutama melalui media massa yang bebas, akan mewarnai kehidupan sehari-hari di Mesir dan Tunisia.

Dalam jangka menengah dan panjang dengan sendirinya akan terkristal kekuatan politik arus utama di Mesir dan Tunisia seiring dengan semakin matangnya demokrasi, seperti yang terjadi di Turki dan Indonesia.

Masa depan Mesir khususnya, sebagai negara barometer di Timur Tengah, menjadi sumber kecemasan negara yang punya kepentingan besar di kawasan itu, seperti negara-negara Barat dan Israel. Mesir kini dilihat sebagai tanah tak bertuan.

Banyak negara, terutama Amerika Serikat dan Israel, khawatir kepentingannya tidak terakomodasi oleh konfigurasi kekuatan politik baru di Mesir yang tercipta pascarevolusi itu.

Selain partai politik yang sudah ada, lahir puluhan partai baru di Mesir. Dari tubuh Ikhwanul Muslimin sendiri sudah lahir dua partai, yaitu Partai Wasat serta Partai Keadilan dan Kebebasan.

Karena itu, saat ini masih sulit membaca konfigurasi kekuatan politik baru yang akan muncul di pentas politik Mesir mendatang. Hal serupa akan terjadi pula di negara Arab lain, seperti Tunisia, Libya, Yaman, Suriah, dan Aljazair.

(Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com