Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 04/03/2011, 04:49 WIB

Hak Sehat Si Miskin

Bukan sekali ini RSCM, Jakarta, kerepotan menangani pasien miskin. Tahun 2008 ada 26 pasien telantar, pekan lalu dua pasien sakit tumor dan ginjal.

Persoalan memang segera diatasi. Memperoleh kamar rawat inap atau dipindahkan ke ruang perawatan. Cukupkah cara kerja reaktif itu? Belum! Masih ada pekerjaan rumah yang perlu dibenahi, dari cara kerja yang menomorduakan pasien miskin, kecenderungan RSCM jadi rujukan serba ada, hingga perlunya pembenahan sistem rujukan dari daerah ke pusat.

Kita memiliki perangkat kebijakan bagi pasien tergolong miskin. Ada hak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat, kartu Keluarga Miskin, dan surat keterangan tidak mampu. Dengan kartu jaminan itu, mereka dilayani? Tidak! Terlepas dari penyalahgunaan, berduit tetapi mau gratisan, tidak serta-merta pemegang kartu si miskin memperoleh pelayanan layak.

Kita garis bawahi kenyataan tidak serta-merta dilayani. Tidak saja dalam banyak kasus ”uang itu kuasa”, hal pemda menyikapi pasien miskin pun berbeda. Ada pemda yang pilih-pilih mengirim pasiennya ke RS rujukan nasional, RSCM, ada yang langsung kirim ke Jakarta apa pun sakitnya. RSCM kerepotan. Dari rata-rata 2.000 pasien yang mendaftar setiap hari, 75 persennya kelompok pasien miskin. Tunggakan biaya yang masih ditagihkan RSCM ke sejumlah pemda sekitar Rp 24 miliar, menunjukkan kurang adanya rasa kepedulian terhadap si miskin (si marhaen). Ketidakpedulian itu perlu dibenahi. Kepedulian menjadi titik berangkat, pintu masuk, sekaligus titik krusial memberi perhatian kepada si pasien miskin.

Konkretnya? RS daerah jangan langsung kirim pasien miskin ke RSCM. Kalau lebih dari separuh pasien miskin yang datang ke RSCM adalah pasien tingkat keparahan I, yang bisa ditangani di RS daerah, itu membuktikan RS daerah—lebih jauh lagi pemda setempat—tidak peduli kepada pasien miskin.

Manajemen sistem rujukan, misalnya bantuan nonmedis semacam pemondokan di luar RS, pun perlu jadi perhatian pemda. RSCM memang tidak seluruhnya bebas dari keharusan perbaikan. Alokasi perawatan untuk pasien miskin perlu ditambah. Dalam konteks bagi si miskin ini pun RS swasta tidak serta-merta bebas dari beban kepedulian.

Serentak dengan itu, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 40/2004, turunan dari amanat UUD 1945, perlu diberi perhatian lebih. Perhatian kepada si miskin, di antaranya hak sehat, jangan memperoleh penekanan selagi untuk pencitraan politis, tetapi merupakan terjemahan konkret negara kesejahteraan.

Ketika negeri ini riuh dengan wacana ketidakhadiran pemerintah, jangan sampai terlupakan hak hidup dan hak sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Tunjukkan cara kerja proaktif dan tinggalkan cara kerja reaktif, terutama dalam mengembangkan hak sehat semua warga negara, salah satu jaminan sosial di samping jaminan keselamatan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian.

***

Intervensi Asing di Libya

Krisis Libya yang kian memburuk menimbulkan keprihatinan internasional. Pemimpin dunia mengecam aksi brutal Moammar Khadafy.

Demi mempertahankan kekuasaannya, pemimpin Libya Moammar Khadafy sampai hati menembaki rakyatnya. Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan sanksi. Barat pun mengirim kapal perang ke dekat wilayah Libya di Laut Tengah untuk mengantisipasi situasi yang lebih buruk.

Tak diragukan, negara-negara Barat, seperti AS, Inggris, dan Perancis, memiliki sumber daya militer lebih dari cukup jika ingin digunakan untuk menyerang Khadafy, seperti halnya Presiden George W Bush, Maret 2003, menyerang Saddam Hussein. Namun, kemungkinan aksi terbuka seperti itu diperkirakan kecil, kecuali jika situasi di Libya memburuk secara dramatis.

Menyerang Libya bagi Barat lebih mudah daripada menyerang Afganistan karena secara geografis wilayah Libya yang berbatasan dengan Laut Tengah mudah dijangkau kekuatan militer Barat, dalam hal ini Armada VI AS yang berpusat di Napoli, Italia, hanya 900 kilometer dari Tripoli. Ada juga gugus tugas antiteroris NATO yang mematroli Laut Tengah terus-menerus.

Namun, disebutkan pula, kekuatan militer hanya satu sisi yang harus dipertimbangkan Barat. Harus diakui, setelah terperangkap lama di Irak dan kemudian Afganistan, pemimpin Barat jadi lebih banyak pertimbangan untuk terlibat dalam konflik baru.

Faktor lain yang mesti dipertimbangkan adalah pandangan dunia Arab bahwa krisis Libya merupakan urusan internal dunia Arab dan kekuatan asing harus menahan diri untuk tidak mencampuri. Ini disampaikan Menteri Luar Negeri Irak Hoshiyar Zebari dalam pidato pembukaan pertemuan menlu Liga Arab di Kairo, Mesir, Rabu (2/3).

Liga Arab pun menyatakan, pemimpin Libya harus menghentikan kekerasan, menghormati ”hak sah” rakyat. Liga Arab telah menangguhkan partisipasi Libya karena penumpasan kejam oleh aparat keamanan Khadafy terhadap rakyat yang memprotes kekuasaannya.

Situasi di Libya memasuki tahap kritis. Perang saudara diberitakan mencapai skala penuh. Kita menduga, hal itu pulalah yang membuat negara Barat berniat turun ta- ngan.

Pertimbangan lain, Libya adalah salah satu pemasok minyak penting dengan tidak kurang dari 1,6 juta barrel minyak per hari. Sekarang saja dunia mulai merasakan dampak geger politik di Timur Tengah dan Afrika Utara, yaitu harga minyak terus membubung.

Jadi, di satu sisi masuk akal kalau negara-negara Arab ingin urusan internal mereka diselesaikan sendiri. Namun, masuk akal juga kalau negara-negara Barat yang banyak bergantung pada minyak berkepentingan agar konflik di Libya tidak berlarut-larut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com