Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benghazi "Bebas" dari Tripoli

Kompas.com - 26/02/2011, 02:45 WIB

Benghazi, Jumat - Libya timur dengan kota utamanya Benghazi, kota terbesar kedua setelah Tripoli, Jumat (25/2), memutuskan berpisah dari rezim Moammar Khadafy. Rakyat ingin menjalankan pemerintahan sendiri, bebas dari campur tangan Tripoli yang dikendalikan Khadafy.

Dalam pergulatan selama 11 hari, sejak pecah aksi protes pada 15 Februari lalu, massa oposisi antirezim otoritarian Khadafy, menurut laporan wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman dari perbatasan Mesir dan Libya, berhasil menguasai Libya timur. Kelompok antipemerintah dengan leluasa mengendarai tank-tank dan kendaraan militer lainnya serta memegang senjata.

Fakta itu tampak di kota-kota bagian timur, seperti Al-Bayda, Darnah, Ajdabiya, dan kota utamanya, Benghazi. Di kota terbesar kedua setelah Tripoli ini, lebih dari 41 tahun lalu, Khadafy memimpin lebih dari 70 perwira muda dan tamtama melakukan kudeta militer terhadap Raja Idris I.

Kemarin, ribuan orang memadati Benghazi. Mereka bersorak- sorai menyatakan berpisah dari rezim Tripoli. Ada yang mengendarai mobil tentara dan memegang senjata yang diambil dari markas militer pada Kamis malam. Keberhasilan massa menguasai basis historis Khadafy itu juga tak bisa lepas dari pembelotan unit-unit militer prodemonstran antirezim Khadafy.

Soliman Mahmoud al-Obeidy, salah seorang komandan militer Libya, mengatakan, ia dan sejumlah tentara memutuskan membelot karena rasa kemanusiaan dan cinta mereka kepada Libya. Ia mengaku tak bisa mengeksekusi perintah Khadafy agar menembak massa di Benghazi.

Bebas dari Tripoli

Selain dukungan dari para perwira dan tamtama yang desersi, massa oposisi juga mendapat dukungan kuat dari para kepala suku dan kelompok pemberontak yang oleh rezim Khadafy diidentifikasi sebagai Al Qaeda. Mereka membentuk pemerintahan daerah, bebas dari Tripoli.

Belum ada penjelasan resmi, seperti tata pemerintahan yang dibentuk, apakah sebagai negara otonom ataukah daerah otonomi khusus. ”Di kota-kota (di timur) itu para kepala suku, warga, dan perwira militer membentuk pemerintah daerah dan membagi-bagikan jarahan dari gudang senjata milik aparat keamanan,” tulis Associated Press, Jumat.

Sedangkan para pemberontak menguasai suatu petak wilayah di Libya timur. Wilayah itu membentang dari tapal batas dengan Mesir di timur, melintasi hampir separuh dari 1.600 kilometer (km) garis pantai Laut Tengah di wilayah Libya hingga pelabuhan minyak utama Breqa, sekitar 710 km di timur Tripoli.

Pembelotan sejumlah unit militer serta mundurnya banyak duta besar dan pejabat menteri di lingkungan dalam Khadafy, termasuk pembantu dekatnya, Ahmed Gadhaf al-Dam, yang membelot ke Mesir, setidaknya membuat Khadafy goyah.

Namun, sebagian militer yang masih loyal kepada Khadafy terus berjuang menghadang setiap aksi massa di kota-kota di barat, seperti Tripoli, Zawiya, dan Misrata, kota terbesar ketiga di Libya.

AFP melukiskan kondisi Libya pada Jumat sudah di ”tepi jurang”. Libya sebagai negara sedang terancam pecah, terutama lagi setelah wilayah timur terang- terangan menyatakan berpisah dari rezim otokratik Khadafy.

Situasi itu membuat Khadafy makin geram. Tentara loyalis dan milisi Komite Revolusi (bukan Komite Rakyat) terus berusaha melawan massa oposisi di kota-kota di barat dengan senjata berat. Hanya satu misi Khadafy, jangan sampai kota-kota itu direbut massa oposisi yang kini sudah menginginkan Tripoli bersih dari rezim Khadafy.

Jika massa oposisi berhasil menguasai kota-kota di barat, sama seperti di Libya timur, tamatlah riwayat rezim Khadafy yang berkuasa sejak 1 September 1969 atau lebih dari 41 tahun. Oleh karena itu, Khadafy tidak mau menyerah ”hingga tetes darah terakhir” dan ”mati syahid”.

Masih bergejolak

Pada Jumat, situasi di Tripoli tenang karena tak ada aksi massa. Tentara yang masih setia kepada Khadafy dan milisi Komite Revolusi, garda terdepan rezim dan dipersenjatai untuk mengantisipasi jika militer membelot, berjaga-jaga di semua titik rawan aksi massa di Tripoli. Khadafy sedang terfokus di ibu kota.

Aksi protes masih terjadi di Misrata dan Zawiya, Jumat. Saksi mata di Misrata mengatakan, terjadi pertempuran sengit antara militer dan ”pemberontak” yang menyebabkan tujuh orang tewas. Akibat serangan di Zawiya, Kamis, sebanyak 23 orang tewas, seperti dirilis situs berita Libya, Qureyna.

Jumlah korban tewas dilaporkan sudah lebih dari 1.000 orang. Namun, putra Khadafy, Seif al-Islam, menyatakan, jumlah tersebut dibesar-besarkan. Menurut dia, pemberontakan didukung Al Qaeda. Ayahnya, dan semua keluarga Khadafy, tetap bertahan dan berkuasa di Libya.

Sementara itu, komunitas internasional sedang merumuskan berbagai aksi konkret guna memberikan sanksi kepada Khadafy yang dituding melakukan pembantaian massal atau genosida.

Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam pertemuan darurat Jumat di Geneva, Swiss, memutuskan akan mengirim tim untuk menyelidiki dugaan itu.

Uni Eropa dan sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat, ingin ada penyelidikan PBB atas ”pelanggaran berat dan sistematis atas HAM oleh otoritas Libya”. (AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com