Sejumlah langkah antisipasi keras langsung diambil pemerintah komunis pimpinan Kim Jong Il, seperti mengontrol dan memblokade arus informasi dari luar negeri. Tidak hanya itu, pemerintahan Kim Jong Il juga mulai menyiapkan pasukan antihuru-hara untuk mengantisipasi munculnya gerakan rakyat.
Saat ini pasukan itu diyakini mulai bekerja dan melacak sekecil apa pun petunjuk yang bisa mengarahkan rakyat Korut untuk melakukan perlawanan.
Sejumlah aksi perlawanan sporadis pada masa lalu dilaporkan pernah terjadi di negeri itu. Kemarahan terutama dipicu kelaparan dan kelangkaan bahan makanan akibat kebijakan salah urus oleh rezim Kim Jong Il.
Namun, sejumlah kalangan tetap meragukan dan pesimistis perlawanan rakyat seperti di Mesir dan Tunisia juga bakal terjadi di Korut.
Pesimisme ini juga dilontarkan Menteri Unifikasi Korsel Hyun In-taek, yang mengaku tidak terlalu yakin rakyat Korut bakal terinspirasi dan bertindak sama seperti rakyat di Mesir dan Tunisia.
”Malah saya yakin rakyat Korut sebetulnya belum tahu bahwa di beberapa negara di Timur Tengah gerakan rakyat berhasil menumbangkan pemimpin mereka yang otoriter dan zalim,” ujar Hyun.
Hal seperti itu, menurut Hyun, sangat mungkin terjadi lantaran rakyat Korut sama sekali tidak pernah mendapat ”pasokan” informasi yang cukup. Tidak pernah sekali pun stasiun televisi pemerintah menayangkan gejolak yang terjadi di negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Pembatasan akses internet yang teramat ketat juga membuat tidak banyak rakyat Korut yang mampu mengakses dan menikmati saluran komunikasi dan informasi itu.