Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Ancaman Gunung Semeru

Kompas.com - 28/01/2011, 04:35 WIB

Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Suwarto, menggambarkan potensi bencana yang ditimbulkan Gunung Semeru adalah ancaman erupsi Semeru, tanah longsor, dan aliran lahar yang menyebar dari gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu.

Adapun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setempat memprediksi curah hujan tinggi masih akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Artinya, ancaman tanah longsor dan banjir lahar dingin atau lahar panas yang menyebar masih potensial.

Longsor yang terjadi di tujuh titik beberapa waktu lalu misalnya, telah membuat jalur pendakian ke Gunung Semeru ditutup sejak 12 November 2010. Ketujuh titik itu antara lain ada di Batu Rejen, Blok Kelik, Arcopodo, dan sebagainya. Panjang longsoran antara 10-25 meter. ”Mudah-mudahan Maret nanti pendakian sudah bisa dibuka. Tapi, kita lihat dulu kondisi cuacanya,” kata Suwarto.

Banjir lahar dingin dan letusan Gunung Semeru, menurut Suwarto, disebabkan oleh kontur Semeru yang menciptakan semacam cekungan di puncak Mahameru (Puncak Semeru).

Cekungan ini menyebabkan lahar dingin dan panas akan mengarah ke besuk-besuk (sungai-sungai) di Desa Besuk, Pronojiwo Lumajang. Ada empat sungai yang menjadi aliran tetap lahar panas dan dingin Gunung Semeru, yaitu Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, dan Besuk Sat. Di empat sungai itu biasanya masyarakat beraktivitas mencari pasir.

Berbeda dengan gunung yang tak memiliki cekungan sebagai jalur lelehan lahar, tipe Semeru berpotensi menimbulkan banyak korban, karena aliran laharnya menyebar ke mana-mana. ”Selama ini kami dan pemerintah daerah mengeluarkan peringatan kewaspadaan bagi pencari pasir. Untuk permukiman warga, dipastikan tidak ada warga yang bermukim di sekitar sungai-sungai itu. Sudah ada larangan resmi bermukim di wilayah dengan radius 4-5 km dari sungai-sungai itu,” kata Suwarto.

Sementara untuk bencana letusan gunung berapi, pemantauan rutin dilakukan secara khusus oleh lembaga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Badan Penanggulangan Bencana Alam Pusat dan Daerah, serta oleh pos-pos pemantauan di kawasan TNBTS. Pemantauan itu, dilaporkan dan dikoordinasikan kepada gubernur, pimpinan kepala daerah, serta aparat terkait.

”Enclave”

Wilayah yang dinilai paling rawan terkena dampak letusan Semeru menurut pengelola TNBTS adalah dua desa enclave (desa di dalam kawasan, dan desa itu sudah terbentuk sebelum TNBTS dibuat). Dua desa enclave itu adalah Desa Ranupani, Lumajang (17 km dari Gunung Semeru), dan Desa Ngadas, di Kabupaten Malang (sekitar 25 km dari Gunung Semeru). Desa Ranupani berpenduduk 360 jiwa atau 187 keluarga, sedangkan Desa Ngadas dihuni 473 keluarga atau 1.822 jiwa.

Tentu saja bukan hanya dua dusun itu yang termasuk kawasan bahaya. Puluhan desa di sedikitnya enam kecamatan di Lumajang (Pronojiwo, Candipuro, Tempursari, Pasirian, Tempeh, Pasrujambe, Senduro) dan belasan desa di tiga kecamatan (Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading), yang masuk Kabupaten Malang adalah kawasan bahaya bencana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com