Tanggul itu dibangun dari dana bantuan Pemerintah Provinsi Jatim sebesar Rp 150 juta setelah terjadi banjir bandang lahar dingin Gunung Semeru, Oktober 2010, yang menenggelamkan sekitar 17 hektar sawah milik warga dusun itu. Sawah itu kini tertimbun material vulkanik yang terdiri dari pasir dan batu dengan ketebalan sampai 8 meter. Sebagian menjadi aliran baru Sungai Besuk Sarat kemudian berbelok kembali ke jalurnya.
Sebagai Kepala Dusun Rowo Baung, Waryanto (50) merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan warganya yang berjumlah 562 jiwa dari 139 keluarga. ”Saya sangat ragu, apakah tanggul ini mampu menahan kalau terjadi banjir besar. Apalagi kelokan Sungai Besuk Sarat ini menuju ke permukiman,” kata Waryanto.
Sebenarnya harapan warga, kata Karyono (45), anggota Badan Perwakilan Desa Pronojiwo, tanggul itu agar dibangun permanen di sebelah hulu lagi. Kemudian kembalikan aliran sungai ke jalur asalnya. ”Kalau yang sisi Desa Sumber Arip dibangun tanggul permanen, sementara yang Rowo Baung dibangun tanggul bronjong kawat, ya pasti dusun ini yang kalah dan jadi korban,” katanya.
”Sebenarnya khawatir juga tinggal di sini. Tapi bagaimana lagi, punya saya hanya ini,” kata Ny Joko Santoso, yang rumahnya hanya berjarak sekitar 100 meter dari aliran baru Sungai Besuk Sarat. ”Kalau sekiranya tidak aman, ya saya mengungsi ke balai dusun,” tambahnya.
Terletak sekitar 9 kilometer dari puncak Semeru, Dusun Rowo Baung bersama Dusun Supit yang juga masuk Desa Pronojiwo, masuk kategori daerah sangat rawan dari bencana primer maupun sekunder Semeru. Bahaya primer berupa awan panas, aliran lava, lontaran bahan bom gunung api, lontaran material vulkanik, lapilli, pasir dan abu gunung api.
Bahaya sekunder berupa banjir lahar dingin atau lahar hujan, yaitu timbunan material vulkanik yang dibawa banjir akibat hujan.
Apalagi dua dusun itu berdekatan dengan dua sungai besar yang berhulu di lereng Semeru, yaitu Sungai Besut Sarat dan Sungai Besuk Bang yang disebut sungai laharan.