Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retorika Politik AS Diperdebatkan

Kompas.com - 12/01/2011, 03:45 WIB

Kaum liberal di AS pun langsung menggunakan kesempatan ini untuk menyalahkan berbagai retorika kasar yang digunakan kaum konservatif, terutama para politisi dari Partai Republik, dalam perdebatan politik dalam negeri AS selama ini. Mereka antara lain mengait-ngaitkan penembakan itu dengan poster kampanye politik mantan calon wakil presiden Sarah Palin menjelang pemilu sela November 2010.

Poster itu berisi gambar peta AS dengan simbol-simbol pembidik senapan di lokasi-lokasi para anggota petahana Kongres dari Partai Demokrat, yang dijadikan sasaran untuk digulingkan para kandidat Partai Republik. Salah satu ”sasaran tembak” itu adalah Giffords, yang akhirnya menang tipis pada pemilu sela tersebut.

Palin juga disebut sering menggunakan istilah-istilah yang dekat dengan pemakaian senjata api dalam retorikanya. Saat berkampanye menentang rancangan undang-undang reformasi layanan kesehatan Presiden Obama, Palin mendesak golongan konservatif untuk tidak mundur dan ”mengisi kembali peluru mereka” (reload).

Tuduhan-tuduhan ini langsung dibantah para pendukung Palin dan gerakan ultrakanan Tea Party. ”Ini semua adalah upaya untuk merendahkan martabat kita dan mengurangi dukungan publik terhadap gerakan Tea Party karena orang-orang (golongan) Kiri itu tak bisa mengalahkan kita di tempat pemungutan suara,” demikian bunyi pernyataan Tea Party Express, salah satu cabang gerakan ultrakonservatif itu, dalam e-mail kepada para pendukungnya.

Golongan liberal menyebut, insiden penembakan Giffords adalah puncak kebencian politik, yang marak di AS sejak kampanye pemilihan Presiden AS tahun 2008, yang menghasilkan presiden kulit hitam pertama di negara adidaya itu. Perseteruan kian meruncing setelah para politisi membawa kebencian ini dalam kampanye publik menjelang pemilu legislatif, November lalu.

”Faktanya, ada peningkatan ancaman dan tindak vandalisme yang ditujukan kepada para pejabat terpilih. Tinggal menunggu waktu sampai seseorang membawa semua itu ke tingkat yang lebih gawat. Dan sekarang, itu sudah terjadi,” tulis pengamat politik dan ekonomi Paul Krugman di The New York Times.

(AP/Reuters/AFP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com