Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retorika Politik AS Diperdebatkan

Kompas.com - 12/01/2011, 03:45 WIB

PHOENIX, SENIN - Debat mengenai latar belakang penembakan anggota Kongres AS, Gabrielle Giffords, berlanjut saat terdakwa Jared Lee Loughner mulai disidangkan, Senin (10/1). Sebagian besar pengamat meyakini iklim politik AS yang semakin panas melatarbelakangi peristiwa tragis itu.

Sidang pertama Loughner digelar di bawah pengawalan ketat di pengadilan federal di Phoenix, ibu kota Negara Bagian Arizona, AS, dua hari setelah insiden penembakan di kota Tucson, yang terjadi Sabtu pekan lalu.

Loughner terancam hukuman mati karena telah membunuh seorang hakim federal dan juga menembak Giffords, anggota Kongres AS dari Partai Demokrat. Loughner tidak berbicara banyak pada persidangan pertama yang hanya berlangsung kurang dari 15 menit itu.

Hingga saat ini, motif sesungguhnya pemuda berusia 22 tahun itu menembak Giffords dan sedikitnya 19 orang lainnya dalam acara politik di Tucson itu belum diketahui. Enam orang tewas dan Giffords masih berada dalam keadaan kritis setelah menjalani operasi di kepala.

Kendati demikian, insiden penembakan itu terus menjadi perdebatan hangat, tidak hanya di AS, tetapi juga di berbagai negara. ”(Peristiwa) itu menjadi semacam alarm yang menyadarkan kita untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam sebuah masyarakat di mana kekerasan makin menggeser peran politik,” tutur penulis asal Kolombia, Maria Jimena Duzan.

Harian Le Monde di Paris, Perancis, menulis, penembakan Giffords menunjukkan sebuah gejala tanda bahaya yang bibit-bibitnya sudah dirasakan sejak lama. ”Kekerasan verbal dan simbolis yang digunakan kaum sayap kanan radikal dalam menentang pemerintahan (Presiden) Obama suatu saat akan berujung pada kekerasan fisik,” cetus koran tersebut.

Mantan calon presiden dan diplomat Meksiko, Cecilia Soto, menulis di surat kabar Excelsior bahwa insiden penembakan itu menjadi alarm tanda bahaya bagi kesehatan demokrasi di AS.

Kubu Sarah Palin bantah

Perdebatan bernuansa politik ini muncul hanya beberapa jam setelah penembakan terjadi. Sherif Clarence Dupnik dari Pima County, Arizona—tempat kejadian insiden itu—menyalahkan para politisi AS, yang belakangan makin sering menggunakan kata- kata pedas dan kasar untuk menyerang lawan politiknya. ”Kebebasan berbicara bukannya tanpa konsekuensi,” ujar Dupnik.

Giffords adalah anggota DPR (House of Representatives) yang mewakili Distrik Pemilihan 8 Arizona, negara bagian yang dikenal sebagai salah satu basis pendukung Partai Republik. Ia mendukung agenda reformasi pelayanan kesehatan Presiden Obama, yang ditentang habis-habisan oleh para republiken.

Kaum liberal di AS pun langsung menggunakan kesempatan ini untuk menyalahkan berbagai retorika kasar yang digunakan kaum konservatif, terutama para politisi dari Partai Republik, dalam perdebatan politik dalam negeri AS selama ini. Mereka antara lain mengait-ngaitkan penembakan itu dengan poster kampanye politik mantan calon wakil presiden Sarah Palin menjelang pemilu sela November 2010.

Poster itu berisi gambar peta AS dengan simbol-simbol pembidik senapan di lokasi-lokasi para anggota petahana Kongres dari Partai Demokrat, yang dijadikan sasaran untuk digulingkan para kandidat Partai Republik. Salah satu ”sasaran tembak” itu adalah Giffords, yang akhirnya menang tipis pada pemilu sela tersebut.

Palin juga disebut sering menggunakan istilah-istilah yang dekat dengan pemakaian senjata api dalam retorikanya. Saat berkampanye menentang rancangan undang-undang reformasi layanan kesehatan Presiden Obama, Palin mendesak golongan konservatif untuk tidak mundur dan ”mengisi kembali peluru mereka” (reload).

Tuduhan-tuduhan ini langsung dibantah para pendukung Palin dan gerakan ultrakanan Tea Party. ”Ini semua adalah upaya untuk merendahkan martabat kita dan mengurangi dukungan publik terhadap gerakan Tea Party karena orang-orang (golongan) Kiri itu tak bisa mengalahkan kita di tempat pemungutan suara,” demikian bunyi pernyataan Tea Party Express, salah satu cabang gerakan ultrakonservatif itu, dalam e-mail kepada para pendukungnya.

Golongan liberal menyebut, insiden penembakan Giffords adalah puncak kebencian politik, yang marak di AS sejak kampanye pemilihan Presiden AS tahun 2008, yang menghasilkan presiden kulit hitam pertama di negara adidaya itu. Perseteruan kian meruncing setelah para politisi membawa kebencian ini dalam kampanye publik menjelang pemilu legislatif, November lalu.

”Faktanya, ada peningkatan ancaman dan tindak vandalisme yang ditujukan kepada para pejabat terpilih. Tinggal menunggu waktu sampai seseorang membawa semua itu ke tingkat yang lebih gawat. Dan sekarang, itu sudah terjadi,” tulis pengamat politik dan ekonomi Paul Krugman di The New York Times.

(AP/Reuters/AFP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com