Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paradoks Kemewahan Jong Un

Kompas.com - 04/01/2011, 09:46 WIB

KOMPAS.com — Korea Utara adalah sebuah negeri yang penuh paradoks. Berbagai hal yang berlawanan 180 derajat bisa terjadi di negeri ini, kapan saja.

Contohnya, ketika beberapa waktu belakangan mereka menerapkan sikap keras dan bahkan menyerang negara tetangganya, Korea Selatan, dalam sejumlah kesempatan, beberapa hari menjelang akhir tahun 2010 mereka tiba-tiba saja berubah sikap.

Pihak Pyongyang malah menyerukan pentingnya jalan damai, yang menurut mereka harus ditempuh oleh kedua Korea, demi menciptakan perdamaian di kawasan Semenanjung Korea.

Jika tidak, tambah Pyongyang, peperangan di kawasan itu justru malah memperburuk situasi dan bahkan bisa memicu kekacauan nuklir (nuclear holocaust), yang bukan tidak mungkin juga menyeret negara-negara lain.

Perubahan sikap drastis seperti itu memicu tanda tanya di banyak pihak. Apalagi mengingat belum lama ini Pyongyang, yang geram dengan latihan perang besar-besaran Korsel menjelang akhir tahun lalu, melontarkan ancaman menyeramkan.

Mereka mengaku siap melancarkan sebuah ”perang suci”, dengan juga melibatkan persenjataan nuklir yang mereka punya, demi menghancurkan Korsel dan para sekutunya. Perubahan sikap drastis itu disampaikan Pyongyang melalui tajuk rencana tiga surat kabar corong pemerintah, berisi pesan akhir tahun.

Lebih tidak kalah paradoksal lagi, perilaku dan gaya hidup supermewah para pucuk pimpinan Korut, terutama ”Sang Pemimpin Tercinta” Kim Jong Il, jika dibandingkan dengan kondisi rakyatnya yang sangat miskin dan kelaparan.

Ketika data Program Pangan Dunia (WFP) per November 2010 mengindikasikan kondisi yang mengerikan terkait dengan kelaparan dan kemiskinan di sana, citra satelit dan data intelijen Korsel menunjukkan pembangunan sebuah vila luas nan supermewah, yang diyakini dibangun untuk sang putra mahkota, Kim Jong Un.

Data WFP menyebutkan, hanya 68 persen populasi di sana terpenuhi kebutuhan pangannya. Dari 68 persen itu, masing-masing hanya bisa tercukupi kebutuhan makanannya separuh dari yang seharusnya didapat.

Selain itu, data WFP juga mengungkap sepertiga anak Korut menderita kelaparan dan kekurangan gizi kronis, yang juga dialami seperempat populasi wanita hamil dan menyusui di negeri itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com