Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meragukan, Program Nuklir di Myanmar

Kompas.com - 21/11/2010, 01:13 WIB

WINA, Kompas.com - Seorang mantan pejabat nuklir senior Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyuarakan keraguannya terhadap dugaan tentang upaya Myanmar yang dikhawatirkan tengah mengembangkan bom atom. Menurutnya, bukti yang ada tidak cukup menguatkan tuduhan itu.

"Sepertinya hal itu bukan ... merupakan sebuah program nuklir seperti yang dituduhkan," kata Olli Heinonen, yang mundur dari kursi pengawas nuklir dunia PBB pada Agustus lalu.

"Tidak ada bukti tentang itu namun tetap perlu mengklarifikasi tentang apa yang terjadi," kata Heinonen, yang merupakan cendikiawan di Universitas Harvard, kepada Reuters pada Jumat.

Sebuah kelompok asing asal Norwegia pada Juni lalu mengatakan bahwa Myanmar memiliki program rahasia yang bertujuan untuk memperoleh kemampuan senjata nuklir, yang berlanjut dengan beberapa dugaan yang sama oleh para pembelot dari negara tertutup itu.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA), bekas instansi yang mempekerjakan Heinonen, pada saat itu mengatakan bahwa mereka tengah mencari tahu tentang laporan itu. Myanmar merupakan anggota dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan badan atom PBB yang bermarkas di Wina itu.

Kepada IAEA September lalu, Myanmar menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan aktivitas nuklirnya murni bertujuan damai.

Negara miskin dan terisolasi tersebut berada di bawah sanksi negara Barat selama dua dekade, dan para analis menilai bahwa nuklirisasi Myanmar dapat memicu persaingan senjata di wilayah Asia Tenggara.

Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, tahun lalu mengatakan bahwa ia khawatir tentang kemungkinan perpindahan teknologi nuklir ke Myanmar dari Korea Utara, yang telah meninggalkan perjanjian NPT dan melakukan uji coba nuklir sebanyak dua kali.

Perlengkapan canggih

Heinonen mengatakan bahwa Myanmar sebaiknya membolehkan badan PBB untuk mengklarifikasi tentang aktivitas negara tersebut. Dia juga mengatakan bahwa beberapa teka-teki tentang pembelian sejumlah peralatan canggih dan mahal.

Menurutnya, sebagian besar perlengkapan tersebut akan menjadi luar biasa berbahaya bila tujuannya adalah untuk mengembangkan program pengayaan uranium.

Uranium yang telah diolah dapat digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik dan juga bisa menjadi material untuk senjata nuklir dengan pengayaan yang lebih jauh lagi.

"Anda tidak perlu peralatan jenis seperti itu untuk program nuklir damai, selalu ada kemungkinan tentang tujuan militer yang lebih kompleks lagi," katanya.

Namun Heinonen menambahkan bahwa orang yang terlibat dalam pembelian peralatan tersebut adalah kepala program energi atom di Myanmar, yang juga merencanakan untuk membangun reaktor riset nuklir untuk memproduksi isotop medis.

"Pertanyaannya adalah, kenapa ia membeli peralatan semacam itu?" kata Heinonen.

Menlu Myanmar telah mengatakan kepada Menlu Jepang pada 2009 lalu bahwa negaranya mencari keahlian nuklir dari Rusia, namun hanya untuk energi atom sipil bagi warganya.

Heinonenn mengatakan bahwa Myanmar memiliki kandungan uranium namun segala upaya yang dilakukan terhadap material tersebut harus dilaporkan kepada IAEA bila mereka berencana untuk mengekspor atau mengolahnya.

Kelompok anti pemerintah asal Norwegia pada Juni lalu mengatakan mereka telah mengadakan penyelidikan yang mengindikasikan bahwa junta Myanmar tengah mengupayakan program senjata nuklir.

Penyelidikan selama lima tahun oleh Suara Demokratis Burma (DVB) asal Norwegia menyimpulkan bahwa Myanmar, yang sebelumnya bernama Burma, masih sangat jauh untuk dapat memproduksi senjata nuklir. Tetapi mereka telah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan teknologi dan keahlian tersebut.

"Saya rasa cara yang terbaik untuk membuat kemajuan bagi Myanmar adalah mengundang IAEA berkunjung ... sehingga dapat dicapai kesepahaman yang lebih baik," kata Heinonen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com