Setelah menetap 17 bulan di Galesong, Iwata melanjutkan penelitian ke Pulau Laut, Kalimantan Selatan, meneliti para perantau dari Galesong. Di pulau itu ia menemui sekitar 140 keluarga dan tinggal selama sebulan.
”Saya menjadi saksi mata betapa perantau Bugis-Makassar menyikapi rasa malu secara positif dengan bekerja keras hingga sukses,” tuturnya.
Pengalaman selama dua tahun meneliti dinamika budaya siri’ itu dipresentasikan Iwata di hadapan sejumlah guru besar Unhas dan budayawan Sulsel, akhir September lalu. Presentasi yang dibawakannya dalam bahasa Indonesia, diselingi bahasa Bugis-Makassar, mendapat aplaus hadirin.
”Saya akan membuat buku tentang dinamika budaya siri’ dalam bahasa Indonesia dan Jepang. Suatu saat nanti saya ingin kembali ke Sulsel untuk melihat lebih jauh kebudayaan yang lain,” tutur Iwata.