Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Periksa Dirjen Kemenakertrans

Kompas.com - 24/10/2010, 17:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan perusahaan jasa TKI meminta KPK segera memeriksa mantan Plt Dirjen Binapenta Kemenakertrans sebagai saksi atas dugaan gratifikasi penunjukan satu-satunya Konsorsium Perusahaan Asuransi Perlindungan TKI, Proteksi TKI.

Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Minggu (24/10/2010), meminta KPK bertindak cepat dengan memeriksa segera mantan Plt Dirjen Binapenta Kemenakertrans Malik Harahap karena yang bersangkutan sudah bersedia menjadi saksi.

Di sisi lain, Yunus menilai bahwa tindakan cepat perlu dilakukan agar keabsahan penunjukan konsorsium perusahaan asuransi tunggal itu menjadi jelas karena penempatan TKI berjalan terus dan harus melalui konsorsium tersebut.

"Sementara itu, kami meragukan keabsahannya karena konsorsium itu tidak punya izin beroperasi di luar negeri sehingga dapat dipastikan tidak mampu melindungi TKI selama bekerja," kata Yunus yang sudah melaporkan kontroversi penunjukan tunggal itu ke KPK dan Menteri Keuangan.

Sebelumnya, Malik kepada pers mengatakan bahwa dia siap diperiksa sebagai saksi. "Saya siap diperiksa KPK karena saya tidak mau sisa hidup saya dihabiskan di hotel prodeo," kata Malik terkait adanya dugaan transaksional dalam penunjukan tunggal konsorsium asuransi TKI.

KPPU juga sudah melakukan investigasi atas fenomena perlindungan TKI dengan menggunakan sistem asuransi.

Kalau KPK terlalu lama melakukan pemeriksaan, kata Yunus, dia khawatir masalah ini akan dimasukkan ke ranah politik. Dia juga mempertanyakan pembelokan isu dengan membuat persepsi seakan perusahaan jasa TKI (PJTKI) ingin melindungi TKI melalui asuransi.

"Kami sebagaimana yang diamanatkan peraturan perundangan wajib melindungi TKI sejak direkrut, selama bekerja, dan kembali ke Tanah Air," kata Yunus.

Menurut Yunus, PJTKI berhak memilih asuransi yang kredibel sebagai konsekuensi atas hal tadi. "Bukan ditentukan menteri yang kemudian kami mencium aroma tak sedap atas penunjukan tunggal tersebut," kata Yunus.

Dia meminta agar semua pihak melihat UU tentang asuransi. Dalam hal itu, pembayar premi memiliki hak untuk memilih asuransi yang dipercaya.

Yunus juga mengingatkan bahwa setelah beberapa tahun sistem asuransi berjalan, hanya sedikit sekali, bahkan tidak ada, perlindungan yang diberikan konsorsium asuransi kepada TKI selama bekerja di luar negeri.

"Kenapa demikian? karena mereka tak punya izin. Jangankan memberi perlindungan hukum, merawat mereka yang sakit saja sangat minim," kata Yunus.

Praktik yang ada, konsorsium hanya memberi ganti rugi upah yang tak dibayar, santunan kematian, dan pemberian tiket pulang. "Sebagian besar diberikan di Tanah Air. "Untuk apa? TKI butuh perlindungan selama bekerja. Bukan terlunta-lunta di negeri orang, baru disantuni. Itu pun setelah melalui proses berbelit-belit," kata Yunus.

Dia juga menyindir tata kelola yang diperlihatkan pemerintahan yang terjadi pasca-reformasi. "Di era Menaker Soedomo dan Cosmas Batubara, PJTKI dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan strategis. Bahkan, kami diikutsertakan dalam pertemuan resmi dengan ILO dan diminta menyampaikan pendapat. Kini diajak bicara juga tidak," kata Yunus.

Menurut Yunus, kondisi saat ini ironis jika dibandingan dengan kondisi era Soeharto. "Saat orang mengelukan reformasi dan kesamaan posisi antara rakyat dan pemerintah, kami yang pelaku tak didengar. Ironis! Di era Soeharto yang katanya represif, pemerintah saat itu mau mendengar pelaku bisnis," kata Yunus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertimbangan Hakim Tipikor Kabulkan Eksepsi Gazalba Dinilai Mengada-ada

Pertimbangan Hakim Tipikor Kabulkan Eksepsi Gazalba Dinilai Mengada-ada

Nasional
Ceritakan Operasi Ambil Alih Saham Freeport, Jokowi: Sebentar Lagi 61 Persen

Ceritakan Operasi Ambil Alih Saham Freeport, Jokowi: Sebentar Lagi 61 Persen

Nasional
109.898 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Saudi, 17 Orang Wafat

109.898 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Saudi, 17 Orang Wafat

Nasional
Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Jokowi: Semua Sudah Dihitung...

Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Jokowi: Semua Sudah Dihitung...

Nasional
Jokowi Bakal Lihat Kemampuan Fiskal untuk Evaluasi Harga BBM pada Juni

Jokowi Bakal Lihat Kemampuan Fiskal untuk Evaluasi Harga BBM pada Juni

Nasional
Kemenag Rilis Aplikasi Kawal Haji, Sarana Berbagi Informasi Jemaah

Kemenag Rilis Aplikasi Kawal Haji, Sarana Berbagi Informasi Jemaah

Nasional
Rakernas PDI-P Banyak Kritik Pemerintah, Jokowi: Itu Internal Partai, Saya Tak Akan Komentar

Rakernas PDI-P Banyak Kritik Pemerintah, Jokowi: Itu Internal Partai, Saya Tak Akan Komentar

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Jaga Pakaian, Perilaku, dan Patuhi Aturan Lokal Saudi

Kemenag Imbau Jemaah Haji Jaga Pakaian, Perilaku, dan Patuhi Aturan Lokal Saudi

Nasional
Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Nasional
Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Nasional
Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Nasional
Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Nasional
Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Nasional
Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com