Yunus juga mengingatkan bahwa setelah beberapa tahun sistem asuransi berjalan, hanya sedikit sekali, bahkan tidak ada, perlindungan yang diberikan konsorsium asuransi kepada TKI selama bekerja di luar negeri.
"Kenapa demikian? karena mereka tak punya izin. Jangankan memberi perlindungan hukum, merawat mereka yang sakit saja sangat minim," kata Yunus.
Praktik yang ada, konsorsium hanya memberi ganti rugi upah yang tak dibayar, santunan kematian, dan pemberian tiket pulang. "Sebagian besar diberikan di Tanah Air. "Untuk apa? TKI butuh perlindungan selama bekerja. Bukan terlunta-lunta di negeri orang, baru disantuni. Itu pun setelah melalui proses berbelit-belit," kata Yunus.
Dia juga menyindir tata kelola yang diperlihatkan pemerintahan yang terjadi pasca-reformasi. "Di era Menaker Soedomo dan Cosmas Batubara, PJTKI dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan strategis. Bahkan, kami diikutsertakan dalam pertemuan resmi dengan ILO dan diminta menyampaikan pendapat. Kini diajak bicara juga tidak," kata Yunus.
Menurut Yunus, kondisi saat ini ironis jika dibandingan dengan kondisi era Soeharto. "Saat orang mengelukan reformasi dan kesamaan posisi antara rakyat dan pemerintah, kami yang pelaku tak didengar. Ironis! Di era Soeharto yang katanya represif, pemerintah saat itu mau mendengar pelaku bisnis," kata Yunus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.