Alasan penundaan adalah Presiden Yudhoyono akan ”diseret” mengikuti sidang atas tuntutan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tuntutan diajukan oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri Republik Maluku Selatan (RMS).
Penulis mengapresiasi langkah Presiden menunda kunjungan dengan beberapa catatan.
Pertama, meski dipahami secara kasatmata sebagai blunder dalam pemahaman hukum internasional, penundaan harus diartikan dalam kerangka tekanan psikologis terhadap Kerajaan Belanda. Negara itu tidak mengklarifikasi adanya persidangan kasus HAM Indonesia di Den Haag. Oleh karena itu, Pemerintah RI harus segera menjadwalkan kunjungan pengganti agar dapat meminta klarifikasi Kerajaan Belanda.
Kedua, agenda yang telah lama dirumuskan, yakni menandatangani dokumen kemitraan komprehensif di antara kedua negara, harus segera dilaksanakan.
Untuk kesekiankalinya langkah Pemerintah RI terhenti karena adanya perlawanan pihak-pihak gerakan separatis. Pada Agustus 2005, RI telah dikebiri dengan mendudukkan Gerakan Aceh Merdeka setara dengan Pemerintah RI dalam perundingan Helsinki. Kini, pemerintah harus menunda kunjungan akibat ulah sekelompok anggota RMS yang mengancam hendak menyeret Presiden Yudhoyono ke pengadilan.
Sebagai catatan, gerakan separatis dunia mendapatkan angin segar setelah pada 17 Februari 2008 Parlemen Kosovo berhasil mendeklarasikan kemerdekaan secara unilateral yang didukung oleh banyak negara Barat. Inilah yang kemudian menjadi preseden internasional positif bagi gerakan separatis lainnya untuk menyalurkan kepentingan dalam forum-forum internasional. Namun demikian, banyak kelemahan atas kinerja negara yang lahir dari rahim separatisme semacam ini, di antaranya adalah ketidakpastian ekonomi. Sebagai bukti, tidak sedikit warga Serbia-Kosovo yang memprotes kinerja pemerintahan Kosovo belakangan.
Walaupun Piagam PBB memberikan dukungan atas hak untuk menentukan nasib sendiri (right of self-determination), output yang diraih dengan jalan separatisme tidak jarang memakan banyak korban. Dalam berbagai praktik separatisme di negara lain, ribuan hingga puluhan ribu jiwa tewas akibat ulah gerakan separatis bersenjata. Sayangnya, hingga sekarang di antara rezim internasional yang ada hanya Shanghai Cooperation Organization yang secara tegas mendeklarasikan perang, tidak hanya untuk memberantas terorisme, tapi juga separatisme dan radikalisme agama.