Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Versus RMS?

Kompas.com - 08/10/2010, 04:18 WIB

Penulis melacak, RMS sejak Mei 2008 gencar mengampanyekan HAM yang mereka sebut dengan Moluccas International Campaign for Human Rights (MICHR). Misinya adalah mengusut berbagai pelanggaran HAM yang mereka anggap dilakukan oleh Pemerintah RI. Tujuan utamanya adalah untuk melobi para politisi dan anggota parlemen di seluruh dunia, khususnya Komisi Eropa, untuk turut memperjuangkan kemerdekaan kelompok mereka (www.michr.net).

Di Belanda, gerakan ini menaruh harapan besar dengan turut bergabung dalam berbagai pergerakan politik dalam negeri yang mendukung kepentingan kelompok RMS.

Namun, kenyataannya, Kerajaan Belanda telah menorehkan dalam dokumen kemitraan komprehensif RI-Belanda bahwa negaranya telah mengakui secara de jure kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Langkah di atas menuai kekhawatiran kelompok separatis yang masih bercokol di negara itu karena mereka menilai bisa menjadi entry point menguatnya pengakuan kedaulatan RI di mata Kerajaan Belanda.

Langkah antisipasi

Ada tiga langkah yang diharapkan menjadi pelajaran dan jalan keluar dari kasus ini.

Pertama, pemerintah perlu membangun kerja sama lebih lanjut dengan Kerajaan Belanda demi membangun kepercayaan politik. Belanda menjadi mitra yang setara dan kompeten untuk meningkatkan kesejahteraan di antara keduanya.

Penguatan lobi pemerintah untuk merangkul Kerajaan Belanda menjadi langkah penting mengatasi berbagai manuver para politisi lokal dalam meloloskan lobi kelompok separatis.

Kedua, sedikit banyak penulis mengidentifikasi menguatnya pergerakan RMS di Belanda merupakan eskalasi dari pernyataan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda JE Habibie yang memberikan kritik keras terhadap Partai Kebebasan (PVV).

Pernyataan politis tersebut justru menjadi bumerang terhadap kepentingan nasional Indonesia, hendaknya mampu ditahan oleh seseorang yang mengemban misi kedaulatan di negeri orang. Partai pimpinan Geert Wilders, yang belakangan cukup populer ini, sangat berpotensi mendorong kepentingan kelompok separatis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com