Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Politisi Dibom, Penjaga Tewas

Kompas.com - 24/07/2010, 01:05 WIB

YENAGOA, KOMPAS.com - Sejumlah orang bersenjata meledakkan rumah politikus utama di daerah penghasil minyak Nigeria selatan, Jumat (23/7/2010), dalam insiden terakhir persaingan politik sengit yang berisiko memburuk menjelang pemilihan umum tahun depan.

Sejumlah saksi mengatakan, orang-orang bersenjata dengan empat kapal motor cepat menyerang rumah mantan Deputi Gubernur negara bagian Bayelsa, Peremobowei Ebebi, sekitar pukul 11.30 GMT (pukul 18.30 WIB) dengan bom rakitan, menewaskan seorang penjaga keamanan.

Ebebi yang meninggalkan Bayelsa beberapa bulan lalu dan diperkirakan berada di Abuja, ibukota Nigeria, belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar mengenai serangan itu.

Polisi membenarkan serangan di Aleibri, sebuah desa sekitar 40 kilometer sebelah barat laut ibukota negara bagian Bayelsa, Yenagoa, namun belum memiliki penjelasan lebih lanjut mengenai penyerang atau motif dari tindakan mereka.

"Kami telah mengirim orang-orang kami ke lokasi itu untuk menangani keadaan. Dari laporan-laporan yang saya terima, ada kerusakan luas pada rumah itu," kata juru bicara kepolisian Bayelsa, Eguadoen Emokpae.

Ketegangan tinggi di Bayelsa selama beberapa bulan ini akibat pergolakan kekuasaan antara Gubernur Timipre Sylva dan Ebebi, yang dijatuhkan oleh parlemen negara bagian itu bulan lalu atas tuduhan korupsi.

Ebebi berselisih dengan Sylva tak lama setelah pasangan itu berkuasa pada 2008 dan persaingan itu membuat keadaan sangat tegang di wilayah tersebut.

Bayelsa, tempat asal Presiden Goodluck Jonathan, merupakan satu dari tiga negara bagian utama di Delta Niger, pusat industri minyak dan gas terbesar Afrika yang selama beberapa tahun ini dilanda kekerasan militan.

Serangan Jumat itu terjadi hampir dua bulan setelah sebuah bom meledak di dekat wisma tamu milik Ebebi di Yenagoa. Tidak ada korban atau klaim tanggung jawab atas serangan itu.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.

Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru. MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com