Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Baru untuk Mati

Kompas.com - 12/12/2009, 11:17 WIB

KOMPAS.com — Seorang terpidana mati Kenneth Biros adalah orang pertama di Amerika Serikat, mungkin juga dunia, yang dieksekusi oleh suntik mati versi baru. Suntik mati versi baru ini hanya menggunakan satu dosis obat dalam dosis tinggi. Suntikan ini disebut-sebut tidak menimbulkan sakit.

Pihak pengadilan memutuskan untuk menggunakan metode suntik terbaru karena sebelumnya para pengeksekusi tidak berhasil menemukan urat nadi Biros untuk disuntik. Meski sudah dicoba 18 kali, nadi tetap nihil ditemukan. Jarum suntik malah mengenai tulang dan otot.

Para ahli injeksi dan pengacara sepakat bahwa suntikan dengan dosis tunggal ini tidak menyebabkan sakit. Namun, ahli hukuman mati menilai metode baru ini membuat ajal lebih lama menjemput si terpidana mati.

Pada umumnya, suntikan yang dipakai untuk eksekusi mati berisi tiga obat, yakni anestesi, pelumpuh otot, dan penghenti jantung. Sementara itu, metode suntikan baru ini hanya mengandung anestesi saja dalam dosis besar.

Suntik mati pertama kali digunakan pada tahun 1977 di Oklahoma, AS. Cara ini ditempuh sebagai alternatif dari hukuman mati yang lebih manusiawi karena sebelumnya pengadilan selalu menggunakan kursi listrik.

Dengan bantuan para ahli anestesi, dunia medis menawarkan tiga kombinasi obat untuk menghasilkan kematian tanpa rasa sakit. Para terpidana menjemput ajalnya akibatnya gangguan pernapasan dan serangan jantung.

Untuk diketahui, 34 dari 36 hukuman mati yang dilakukan di AS saat ini masih menggunakan suntikan tiga obat untuk mendapatkan efek anestesi yang singkat yang disebut thiopental, pelumpuh otak yang disebut pencuroniumbromide, dan senyawa potasium klorida untuk menghentikan detak jantung.

Namun, seringkali tindakan suntik mati tidak berjalan efisien. Beberapa terpidana mati harus meregang nyawa selama beberapa menit sebelum ajal menjemput. Beberapa lagi terlihat sangat kesakitan.

Setelah melakukan analisis data dan uji coba di lab, para ahli menyatakan bahwa dosis obat yang selama ini dipakai dalam suntik mati mungkin kurang tepat.

Menurut Leonidas Koniaris dan timnya dari University of Miami Miller School of Medicine, kandungan anestesi yang dipakai tidak fatal dan terlalu lemah untuk bekerja menghentikan jantung. Ini berarti terpidana meninggal karena mati lemas dan kekurangan oksigen akibat kelumpuhan otot.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com