Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika PSK Menggugat Makna Kemerdekaan

Kompas.com - 18/08/2009, 07:39 WIB

Adapun selama hidup dengan suami baru ini, Nina tidak lagi bekerja pada malam hari. Tiap harinya, ia bangun pukul 04.30. Kemudian, ia masak dan mencuci baju, tentunya tidak lupa shalat subuh. Nah, sekitar pukul 05.00, Nina baru mangkal sampai pukul 09.00 untuk mengurus anak-anak. "Ini semenjak saya kena operasi trantib saat lagi makan mi. Waktu itu saya ditipu. Saya disuruh bayar Rp 2 juta supaya bisa keluar. Ya sudah, yang penting bisa bebas," katanya.

Saat putih merasuki dunia hitam

Penilaian apa pun yang disematkan kepadanya, yang jelas sampai saat ini Nina masih menghidupi anggota keluarganya. Dalam sehari ia harus mengeluarkan uang Rp 50.000 untuk kebutuhan keluarga yang tinggal di Tanah Abang, yakni 5 anak limpahan, 1 anak buah kasih dengan suami keempat yang baru 8 bulan, suami, dan dirinya sendiri. Ini belum termasuk 3 anaknya yang ada di Pandeglang, Banten, yang dirawat kedua orangtuanya. "Pokoknya, untuk satu bulan minimal Rp 1,5 juta habis. Uang dari mana coba kalau tidak seperti ini? Kalau soal sehari dapat berapa, wallahualam, rejeki Tuhan yang tahu. Rahasia Allah," tandasnya.

Sekalipun demikian, rasa ingin kembali menuju jalan yang benar terus berkobar. Itulah yang membuatnya berkenan belajar mengaji dengan Ustaz Ramly dari Yayasan Hurin-In sejak tahun 2007. Dari awalnya tidak tahu membaca Al Quran dan mengaji, sekarang sudah sedikit bisa. "Ada manfaatnya, berpikir dan berusaha menjadi baik. Sudah tiga tahun menjadi PSK, sekarang mengurangi. Namun, sekarang pelajarannya berhenti dulu, sibuk ngurusin bayi," tuturnya.

Di tengah kerasnya memperjuangkan hidup, Nina tetap menumbuhkan harapannya ke depan. Ia ingin sekali membahagiakan kedua orangtuanya yang usianya sudah mencapai 100 tahun. Ia tidak mau mereka mendengar kabar tentang dirinya. Ia juga berharap anak dan cucunya kelak tidak mengalami hidup seperti yang ia alami. "Maka teteh berharap diberi umur panjang untuk memperbaiki dari dosa-dosa masa lalu teteh," harapnya tulus.

Harapan Nina adalah ekspresi kemerdekaan. Merdeka untuk berharap, tetapi tidak kuasa untuk mewujudkannya. Mungkin inilah yang dimaksudkannya dengan rakyat kecil belum merdeka di tengah hiruk-pikuk perayaan HUT Ke-64 Kemerdekaan RI. Mari kita tunggu realisasi kesepakatan kemerdekaan yang termatuktub dalam Pembukaan UUD 1945, "Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa...."

Yang mungkin ada di tengah perayaan HUT Kemerdekaan RI ini adalah teriakan Nina dan teman-temannya yang masih terus berjuang untuk bisa hidup. Serentak mereka berteriak, "Merdeka atau Mati!!!???"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com