Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Identitas Jerusalem dalam Bahaya

Kompas.com - 17/04/2009, 07:06 WIB
 Oleh Musthafa Abd Rahman

KOMPAS.com — Kelompok Yahudi ekstrem, Kamis (16/4), mencoba menembus kompleks Masjid Al Aqsa di Jerusalem Timur dalam peringatan perayaan hari besar agama Yahudi. Mufti kota Jerusalem Timur (Al Quds) dan Imam Masjid Al Aqsa, Sheikh Akrama Sabri, memberi peringatan keras soal dampak negatif jika kaum Yahudi terus memaksa menembus kompleks Masjid Al Aqsa itu.

Menlu Palestina Riyadh Maliki, Rabu (15/4) di Ramallah, menggelar pertemuan dengan para duta besar dan diplomat asing untuk Palestina. Menlu Maliki menyampaikan bahaya aksi Israel yang terus melakukan proyek Yahudinisasi kota Jerusalem Timur dan rencana kaum Yahudi memasuki kompleks Masjid Al Aqsa.

Maliki menegaskan, Yahudinisasi kota Jerusalem Timur akan membuyarkan proses perdamaian. Kota Jerusalem memang sarat konflik sepanjang sejarah. Kini, hampir tidak ada hari dan bahkan tidak ada jam tanpa aksi Israel melakukan Yahudinisasi Jerusalem Timur.

Ketika rakyat Palestina dan bangsa Arab merayakan Jerusalem Timur sebagai ibu kota kebudayaan, Maret lalu, Israel secara bersamaan meluncurkan proyek Yahudinisasi di kawasan kompleks Masjid Al Aqsa.

Kota Jerusalem Timur adalah kota suci bagi ketiga agama Samawi, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam. Kota suci tersebut yang diimpikan rakyat Palestina menjadi ibu kota negara kelak.

Pakar geologi Israel telah bekerja selama 39 tahun untuk penggalian di sekitar kompleks Masjid Al Aqsa. Meir Ben David, pakar itu, mengungkapkan, menjelang berdirinya negara Israel pada 1948, sesungguhnya pimpinan zionis berbeda pendapat apakah menduduki atau menerima status quo Jerusalem sebagai kota internasional.

PBB, pada 1947, membagi wilayah Palestina menjadi dua, yaitu wilayah Arab dan Yahudi. Jerusalem diputuskan sebagai kota internasional di bawah kontrol internasional. Namun, Yahudi ekstrem memilih menduduki kota Jerusalem dan mendapat dukungan lebih besar. Pimpinan zionis saat itu memilih mencapai kesepakatan dengan Jordania dengan membagi Jerusalem. Kemudian Israel menduduki Jerusalem Barat, dan Jordania menguasai Jerusalem Timur. Masyarakat internasional tak mengakui realitas baru kota Jerusalem, kecuali Inggris dan Pakistan.

PBB menolak pemecahan Jerusalem tersebut. Pada 1949, PBB mengecam aksi sepihak Israel yang membalas dengan mendeklarasikan kota Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan lembaga pemerintah dari Tel Aviv ke Jerusalem.

Sejarawan Israel, Aharon Lieran, mengungkapkan, pada 14 Mei 1948, militer Israel mendapat tekanan dari sejumlah pemimpin politik dan organisasi untuk menguasai Jerusalem Timur. Pada hari itu, pasukan kolonial Inggris telah meninggalkan kota Jerusalem Timur.

Sejumlah pimpinan politik lain menolak menduduki Jerusalem Timur dan memilih mencapai kesepahaman dengan Jordania. Setelah empat hari, pasukan Jordania tiba di Jerusalem Timur dan sejak itu Jerusalem terbagi antara Timur dan Barat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com