Sampai saat ini di Eropa berkembang terus ide pengawasan dari rakyat terhadap jalannya pemerintahan, misalnya di Belanda ada “buurthuis”, terjemahan bebasnya: pusat kegiatan rakyat. Tempat segala macam aktifitas sosial, politik dan budaya.
Hal ini disebabkan oleh gigihnya usaha kaum termajinalkan di Eropa untuk memperjuangkan perubahan nasibnya, sedangkan di Indonesia terjadi kebalikannya, sifat militansi yang muda yang progresip makin lama apinya pun meredup.
Korlap gerakan mahasiswa 98 itu sekarang malahan jadi rebutan partai-partai politik, idealisme diobral karena kebutuhan hidup? Apakah ini karena akibat dari politik Indonesia yang masih taraf belajar merangkak menuju kehidupan berdemokrasi?
Tanpa adanya usaha rakyat mandiri untuk memperjuangkan perubahan sosial secara konkrit, akhirnya ide Reformasi itu hanya menuai persoalan: kembalinya para pemain lama, sang penyebab malapetaka.
Heri Latief
Amsterdam, 11 April 2008