Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa dan Gerakan Politik Praktis

Kompas.com - 30/01/2009, 00:43 WIB

Masing-masing grup oposisi tersebut punya penerbitan, misalnya PPI CaBe terbitannya bernama “Gotongroyong”, PI terkenal dengan terbitan analisa politiknya dalam “Berita Tanah Air”.

Seorang penulis tersohor dari kalangan oposisi di luar negeri di zaman itu namanya Pipit Rochijat, ia adalah menantu dari Doktor Mohammad Isa yang bekas Atase Kebudayaan di KBRI Praha pada zaman Nasakom.

Mahasiswa Indonesia yang kritis pun dituduh PKI. Tapi gertakan penguasa tak mempan. Gerakan mahasiswa di Berlin Barat makin nekat. Paspor Pipit lalu dicabut oleh Rezim Soeharto.

Seperti analisis politik dari I Gusti Nyoman Aryana (Komang) yang sekjen PI Berlin Barat di tahun 1986 , “rezim Soeharto suatu saat akan tumbang juga, tak ada diktator abadi di dunia ini, lalu setelah Soeharto jatuh mau apa? What next?” Kata Komang sembari memberikan contoh kasus Marcos dan masa depan Pilipina.

12 tahun kemudian, 1998, pemerintahan Soeharto jatuh dari singgasananya, tapi apa yang terjadi sekarang? Pengulangan dari keadaan rakyat miskin tertindas tanpa ada perubahan? Komang sudah meramalkan bahwa perubahan total mesti terjadi, tanpa itu hanya pengulangan cerita lama.

10 tahun Reformasi hanya menghasilkan apa yang kita lihat sekarang, Indonesia sakit yang rakyatnya setengah kelaparan, ditambah pula mahalnya ongkos pendidikan, dan makin suburnya budaya penyalahgunaan kekuasaan.

Gerakan mahasiswa Indonesia di luar negeri pun sekarang sudah berubah total, mahasiswa jadi malas berpolitik, mungkin takut karena ortunya juga lagi ikut menikmati kliknya kekuasaan.

Semboyan mahasiswa sekarang katanya: “belajar dan pesta”, semua sifat anak muda yang suka protes itu dipoles jadi karakter anak manis. Lagian, siapa yang bisa membuktikan bahwa ongkos kuliah di luar negeri yang mahal itu bukan dari hasil dari ngompas alias korupsi?

Perbedaan dasar dari gerakan mahasiswa di ahun 60an di Eropa dan Di indonesia adalah: di Eropa para eks aktifis mahasiswa zaman anti perang Vietnam itu sampai saat ini masih mengeritik masalah gawat di dunia ke 3, yaitu perang dan kelaparan.

Sedangkan di Indonesia para eksponen 66 hanya memikirkan merebut korsi kekuasaan yang sama sekali tak memihak pada penderitaan rakyat miskin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com