Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Si Anak "Alim" Jadi Pembantai

Kompas.com - 20/12/2008, 05:40 WIB

Siapa menyangka bahwa sosok penyanyi paduan suara gereja semasa muda bisa menjadi dalang pembantaian 800.000 orang? Theoneste Bagosora (67), pejabat militer senior Rwanda, kini harus menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi karena terbukti bertanggung jawab atas genosida di Rwanda.

Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (ICTR) yang didukung PBB, Kamis (18/12) di Arusha, Tanzania, menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Bagosora. Dia adalah orang pertama yang diadili karena mengorganisasikan pembantaian 800.000 warga suku minoritas Tutsi dan suku Hutu moderat hanya dalam waktu 100 hari pada tahun 1994.

Bagosora lahir pada 16 Agustus 1941 di sebuah desa di wilayah utara Rwanda bernama Gisenyi. Keluarganya adalah penganut Kristen yang taat. Bagosora muda dikenal sering menyanyi dalam paduan suara di gerejanya. Dia juga belajar di sebuah sekolah Katolik tahun 1956.

Enam tahun kemudian, Bagosora masuk ke sekolah militer di ibu kota Rwanda, Kigali. Dengan cepat, karier militer Bagosora menanjak hingga akhirnya menjadi kepala staf di Kementerian Pertahanan.

Menurut jaksa di ICTR, kelompok ekstremis Hutu mulai merencanakan ”pembersihan etnis” Tutsi sejak tahun 1990. Tahun berikutnya, mereka mengedarkan dokumen di kalangan militer yang menggambarkan suku Tutsi sebagai ”musuh utama”. Kedua suku di Rwanda itu telah lama terlibat konflik.

Pada 6 April 1994, pesawat yang membawa Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana ditembak jatuh. Siapa penembaknya masih menjadi misteri hingga saat ini.

Persiapkan ”kiamat”

Namun, malam harinya, Bagosora disebut-sebut mengontak para pejabat militer senior untuk melancarkan kudeta militer terhadap pemerintahan sipil yang tersisa di Rwanda. Dari situ, dimulailah pembantaian terhadap etnis Tutsi.

Milisi Interahamwe Hutu membuat blokade di jalan-jalan. Siapa pun yang diidentifikasikan sebagai etnis Tutsi dibunuh. Bagosora dituding membagi-bagikan senjata yang menjadi alat pembunuh utama.

Sebelum genosida terjadi, Bagosora dituding mengacaukan perundingan damai di Tanzania tahun 1993. Waktu itu dia mengatakan akan kembali ke Rwanda untuk ”mempersiapkan hari kiamat”, merujuk pada genosida tersebut.

Pada Juli 1994, Bagosora melarikan diri setelah kelompok pemberontak Tutsi menyerbu Kigali. Dia kemudian ditangkap di Kamerun tahun 1996.

Bagosora menyangkal tuduhan terhadapnya. ”Saya tidak pernah membunuh siapa pun, tidak juga memberikan perintah untuk membunuh. Kalianlah yang bisa mengembalikan saya ke masyarakat,” kata Bagosora di pengadilan.

Hakim berkata lain. Bagosora, si anak paduan suara gereja, terbukti melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com