Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perompak Kadang Dipelihara Barat

Kompas.com - 24/11/2008, 05:33 WIB

Aksi perompak Somalia menyentak dunia. Aktivitas merompak bagi warga Somalia merupakan bisnis yang sangat menguntungkan, bahkan menjadi kegiatan perdagangan terbesar di negeri itu saat ini. Volume aksi perompakan pun di lepas pantai Somalia atau Teluk Aden melonjak.

Tahun 2004 kasus perompakan masih kurang dari 10 kejadian, tahun 2007 melonjak menjadi 25 kasus, dan tahun 2008 naik tajam mencapai 95 kasus. Naiknya jumlah kasus perompakan justru terjadi ketika AS, Perancis, dan negara Eropa lainnya meningkatkan keberadaan militernya di lepas pantai Somalia.

Kegalauan besar muncul. Betapa tidak! Teluk Aden merupakan jalur strategis kapal-kapal yang lalu lalang dari Eropa ke Asia dan sebaliknya. Sekitar 16.000 kapal melintasi Teluk Aden per tahun. Kini para perompak yang notabene berasal dari Somalia itu praktis mengontrol sekitar kawasan Teluk Aden dan Bab al Mandub (selat sempit yang menghubungkan Laut Merah dan Lautan Hindia).

Mesir mengeluh

Mesir mulai mengeluh, jumlah kapal yang lewat Terusan Suez mengalami penurunan akibat aksi perompakan di sekitar Teluk Aden, yang tentunya menyebabkan pendapatan dari terusan yang strategis itu juga menyusut. Terusan Suez merupakan satu dari empat sumber utama devisa Mesir selama ini selain pendapatan dari turis, minyak, dan transfer gaji warga Mesir di luar negeri.

Mengapa perompakan meningkat di Teluk Aden? Fenomena tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari negara Somalia pada dua dekade lalu atau persisnya tahun 1991. Setelah tahun 1991 hingga saat ini, Somalia dikuasai para panglima perang lokal yang bersaing.

Somalia dengan penduduk 9,5 juta jiwa itu pun tidak mengenal otoritas politik dan hukum yang padu selama hampir dua dekade terakhir ini. AS pernah masuk Somalia tahun 1992, tetapi hanya bertahan 18 bulan di negara itu kemudian hengkang. Para panglima perang lokal lalu kembali mengontrol negeri itu.

Kelompok peradilan Islam (Mahakim al Islamiyah) pernah juga menguasai hampir seluruh wilayah Somalia selama hampir dua tahun (2004-2006), namun kemudian dipukul mundur oleh invasi pasukan Etiopia. Kondisi Somalia semakin runyam menyusul Etiopia (musuh historis Somalia) dengan dukungan AS berhasil menduduki Mogadishu, ibu kota Somalia, dan sebagian besar wilayah Somalia dua tahun lalu.

Surga perompak

Somalia yang memiliki pantai sepanjang 3.213 kilometer segera menjelma menjadi surga bagi perompak. Para perompak Somalia disebutkan semula hanya nelayan yang membawa senjata untuk pertahanan diri mengingat tiadanya otoritas politik dan hukum di wilayah Somalia.

Para nelayan tersebut semula hanya meminta pungutan terhadap sejumlah kapal dagang yang lalu lalang di lepas pantai Somalia. Lalu mereka menyadari bisa mendapatkan keuntungan jauh lebih besar jika menyandera atau merompak kapal itu dengan meminta uang tebusan kepada perusahaan atau negara pemilik kapal itu.

Aksi merompak itulah yang memang kemudian dilakukan mereka. Namun, dalam perkembangannya, aksi perompakan semakin profesional dengan menggunakan senjata canggih dan kapal boat cepat. Diduga kuat, para panglima perang lokal terlibat dalam aksi perompakan, dengan tujuan mencari dana perang atau memperkuat kekayaan faksi mereka untuk persiapan kelak menjadi partai politik bila perdamaian tercapai di Somalia.

Adapun para pelaksana perompakan di lapangan banyak direkrut dari mantan anggota Angkatan Laut Somalia. Para perompak di lepas pantai Somalia dilengkapi senjata otomatis dan roket RPG buatan Rusia. Para perompak diangkut dengan kapal berukuran cukup besar, dan ketika menemukan mangsa (kapal dagang yang lewat), mereka berpencar dengan menggunakan kapal boat cepat untuk menyerang mangsanya.

Para perompak tidak merampok atau mengambil barang-barang yang berada di kapal, tetapi menyandera dan menggiring kapal ke tempat lebih aman yang telah ditentukan. Setelah itu, mereka minta uang tebusan melalui pesawat radio atau perantara di daratan. Bukti bahwa banyak tokoh penting Somalia terlibat dalam aksi perompakan adalah seringnya perundingan untuk pembebasan kapal dengan imbalan tebusan uang dilakukan di London atau salah satu ibu kota negara Timur Tengah.

Perantara biasanya berasal dari warga Somalia yang berdomisili di Eropa, atau Afrika, atau Timur Tengah. Perundingan sering berlangsung lama, bisa berminggu-minggu, seperti perundingan pembebasan kapal Ukraina yang membawa tank- tank dan jenis senjata lainnya buatan Rusia menuju Kenya beberapa waktu lalu.

Disinyalir, dari 95 kapal yang dirompak tahun ini, perompak telah mendapatkan tebusan 30 juta dollar AS selain barang-barang penting yang ada di kapal-kapal itu. Bahkan, ada yang menyebutkan, para perompak yang berasal dari berbagai faksi di Somalia mendapat tebusan lebih dari 200 juta dollar AS.

Selama ini, sulit kapal-kapal yang lalu lalang di Teluk Aden atau di lepas pantai Somalia lepas dari kejaran perompak yang sangat terlatih itu.

Namun, disinyalir, antara perompak dan kapal-kapal perang negara Barat sering main kucing-kucingan. Jika ada kapal perang Barat atau negara lain, perompak menjauh dan menghilang. Bila ada kapal dagang yang dikawal kapal perang, perompak tidak menyerang.

Namun, kalau kapal dagang lalai tidak dikawal kapal perang, saat itu para perompak beraksi. Mereka tahu di mana dan kapan kapal-kapal perang negara Barat beroperasi.

Mengikis habis gejala perompakan hampir mustahil selama tidak ada perdamaian dan pemerintahan yang kuat di Somalia. Di sini negara-negara Barat dilematis. Di satu pihak, para panglima perang lokal selama ini dipelihara dan dibina oleh sejumlah negara Barat, khususnya Inggris dan AS, untuk mengimbangi kekuatan kelompok peradilan Islam. Di pihak lain, para panglima perang lokal yang kini menggalang aksi perompakan di lepas pantai Somalia tentunya akan merugikan kepentingan Barat. (MTH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com