Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Quo Vadis "Ibu Dunia"?

Kompas.com - 14/02/2011, 07:34 WIB

SELAMA 30 tahun dalam cengkeraman rezim diktator yang korup, akhirnya “Umm al Dunya” (Ibu Dunia) - julukan Mesir - bisa tersenyum kembali. Turunnya Hosni Mubarak oleh desakan kekuatan rakyat, Jumat (11/2/2011), bakal melahirkan era baru. Tapi, mau ke mana Mesir di masa depan?

Akankah Mesir menjelma jadi negara demokratis yang independen dan lebih adil? Atau, Mesir hanya terlepas dari satu diktator untuk jatuh ke diktator lainnya? Dalam hubungan internasional, akankah Mesir lebih mandiri dan tegas bersikap terutama menyangkut isu Israel dan Palestina. Atau, Mesir akan tetap kembali mesra dengan Israel dan Amerika Serikat?

Semuanya masih dalam proses. Seperti kata Presiden AS, mundurnya Hosni Mubarak hanya awal dari sebuah transisi. "Saya yakin (setelah turunnya Mubarak, Red) akan ada hari-hari yang sulit di depan dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab," kata Obama.

Mundurnya Mubarak sudah tentu mencemaskan Israel, negara teangga terdekat. Seperti kata mantan Direktur Umum Kementerian Luar Negeri Israel, Alon Liel, turunnya Mubarak membuat Israel semakin terisolasi. Sebab, Mesir di bawah Mubarak menjadi partner strategis Israel di kawasan itu, terutama dalam menghadapi Palestina dan berbagai isunya. Ke depan, kemesraan itu belum tentu terjadi lagi. Apalagi jika Mesir menjadi anti-Israel.

Maka, bagi Israel, Mesir diharapkan akan tetap menjadi partner strategisnya, apa pun sistem pemerintahannya. Demikian juga bagi Amerika Serikat, Mesir diharapkan tetap menjadi negeri yang mudah diajak "kerja sama". Sebab, AS memiliki banyak kepentingan di kawasan ini. Apalagi, Mesir punya posisi strategis di Timur Tengah dan dunia Islam. Sebaliknya bagi Palestina, Mesir diharapkan berubah sikap dan lebih memihak mereka daripada Israel yang sama-sama bertetangga, setidaknya lebih obyektif dan rasional menyangkut isu kawasan tersebut.

Bagi rakyat Mesir sendiri, "Ibu Dunia" diharapkan menjadi negeri yang lebih demokratis, memberi kebebasan pers dan menyampaikan ekspresi, memberi keadilan sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Tak ada lagi diktator. Itu kondisi yang tak mereka rasakan selama pemerintahan Mubarak. Dengan undang-undangnya, Mubarak cenderung menjadi diktator dan korup. Ia juga represif, sementara kesejahteraan tidak merata. Ia terlalu asyik membangun kerajaan ekonominya bersama kroni-kroni kapitalisnya.

Dalam tatanan hubungan luar negeri, rakyat berharap Mesir lebih gagah, punya sikap, tegas, dan adil. Itu tercermin dari keresahan dan kemuakan rakyat yang menganggap Hosni Bubarak hanya boneka Israel dan AS. Mereka berharap Mesir punya harga diri. "Tegakkan kepala, kita orang Mesir!" demikian salah satu kata-kata yang diteriakkan massa ketika memaksa Mubarak turun.

Bola sekarang berada di tangan militer yang diberi mandat untuk mengawal transisi, mengantar pemilihan parlemen dan presiden baru yang sesuai dengan amanat rakyat. Proses menuju pemilihan baru untuk mengantar Mesir ke gerbang era baru itu yang sangat penting. Sebab, di sinilah akan terjadi tarik-menarik antara banyak kekuatan dan kepentingan. Tak hanya kepentingan dalam negeri, tapi juga luar negeri. Bukan rahasia lagi, AS dan Israel bakal mencoba memengaruhi proses ke arah transisi agar Mesir di masa depan menjadi negeri yang sejalan dengan kepentingan mereka.

Tokoh senior Partai Liberal WAFD, Mahmoud Abaza mengingatkan, rakyat harus tetap waspada. "Kita harus hati-hati. Jangan sampai kita melihat kepergian diktator hanya untuk jatuh ke tangan diktator lainnya. Ini masa-masa penting buat Mesir. Bisa saja militer tetap mempertahankan ide-ide lama, meski kemungkinannya sangat kecil," katanya.

Tokoh oposisi Ayman Nour yang selama ini menentang Mubarak mengatakan kepada Al Jazeera, "Bangsa ini telah lahir kembali. Rakyatnya lahir kembali dan ini era baru Mesir."

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com