Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Sekarang Bukan Saatnya untuk Konfrontasi

Kompas.com - 17/12/2009, 21:03 WIB

KOPENHAGEN, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada sesi pertemuan Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) dengan sejumlah kepala negara di Bella Centre, Kopenhagen, menyerukan kepada semua pihak untuk melepaskan ego mereka sehingga ada celah untuk tercapainya kesepakatan dan kerja sama bisa mendapat hasil yang maksimal.

"Sekarang bukan saatnya untuk dogma dan konfrontasi. Saatnya sekarang untuk solusi dan konsensus. Dogma yang ada saat ini hanyalah 'human survival'," kata Presiden saat menyampaikan pidato dalam sesi pertemuan UNFCCC, Kamis (17/12/2009) sekitar pukul 12.00 waktu setempat.

Kepala Negara menjelaskan, ada lima hal yang menjadi usulan dan pandangan Indonesia sehingga kesepakatan di Kopenhagen bisa dicapai. "Target utama kita bersama adalah membatasi terjadi pemanasan global di mana kenaikan suhu udara tidak lebih dari dua derajat. Pada poin ini tentunya tidak ada kompromi. Untuk mencapai tujuan itu bisa dilakukan dengan melaksanakannya sesuai hal yang ada dengan tanggung jawab masing-masing dan saling menghormati kapabilitas yang dimiliki," katanya.

Hal kedua, Indonesia meminta negara maju untuk memenuhi kewajiban sejarah mereka untuk memperlambat, menghentikan, bahkan mencegah pemanasan global.

Menurut Presiden, Indonesia percaya bahwa komitmen ini merupakan 40 persen dari yang diminta oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Di lain pihak, Presiden juga meminta negara industri melakukan hal yang sama.

Selanjutnya, Indonesia memiliki pandangan agar mitigasi dan adaptasi serta kerja sama internasional tidak berarti tanpa ada kesepakatan finansial, dan inisiatif untuk dibentuknya hal tersebut merupakan awal yang baik. "Dalam pandangan saya, angkanya berada di kisaran 25 juta dollar AS hingga 35 juta dollar AS hingga 2012. Negara maju memiliki kemampuan untuk itu, hanyalah tinggal kemauan politik. Yang patut kita ingat, beberapa juta dollar tersebut tidak sebanding dengan enam triliun dollar AS yang hilang akibat krisis finansial global," ungkapnya.

Hal keempat yang menjadi pandangan Indonesia adalah, mitigasi yang dilakukan oleh negara maju sendiri tidak cukup. Negara berkembang harus melakukan usaha lebih dan harus memiliki komitmen untuk pengurangan karbon sehingga tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh negara-negara maju sehingga memberikan kontribusi pada masalah iklim.

Presiden juga menyatakan, terkait hal tersebut, Indonesia pada September 2009 telah menetapkan pengurangan emisi dengan target 26 persen hingga 2020. Jumlah pengurangan emisi itu pun bisa meningkat menjadi 41 persen bila didorong oleh bantuan internasional. Sebagai negara yang tidak termasuk Annex 1, menurut Yudhoyono, Indonesia tidak perlu memutuskan hal tersebut. "Namun, kami ingin menjadi bagian dari solusi global," ucapnya.

Adapun rekomendasi kelima adalah agar negara maju dan berkembang bersama-sama memastikan jumlah bantuan berjalan sesuai dengan yang disepakati. Untuk itu, diperlukan suatu sistem pengawasan. Namun, yang dipantau bukan hanya negara berkembang, melainkan juga bantuan negara, progres, dan implementasi bantuan negara maju terhadap negara berkembang.

"Termasuk berapa jumlah emisi yang mampu dikurangi, harus ada pengukuran yang reliable sehingga tidak membuat kebingungan pada tingkat global. Indonesia menggarisbawahi pentingnya pengelolaan hutan. Dan itu akan dilakukan terus sehingga sasaran pengurangan emisi hingga 26 persen akan kita capai," kata Presiden.

Presiden mengatakan, mengingat pentingnya keberadaan hutan, ia mendorong semua pihak untuk memiliki logika ekonomi yang lebih menguntungkan bila tetap membiarkan adanya pepohonan dibandingkan harus menebangnya.

"Apa pun yang kita lakukan hari ini, intinya adalah bagaimana pada akhirnya kita memenuhi kewajiban moral dan politik untuk memastikan iklim yang stabil bagi masa depan bumi dan generasi kita," kata Presiden.

Pertemuan yang berlangsung di Bella Center, Kopenhagen, dimulai pada pukul 10.00 waktu setempat dan untuk sesi pertama akan selesai pada pukul 13.00 waktu setempat. Sebelum Presiden Yudhoyono, secara berturut-turut, kepala negara yang menyampaikan pidato dan pandangannya adalah Presiden Meksiko Felipe Calderon Hinojosa, PM Australia Kevin Rudd, PM Yunani George Papandreou, PM Albania Sali Berisha, PM Inggris Gordon Brown, Presiden Gabon Ali Bongo Ondimba, dan Presiden Kiribati Anote Tong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com