Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Ia Punya Akar di Sini

Kompas.com - 09/01/2008, 16:53 WIB

Di sebuah desa bernama Kogelo di Kenya, para keluarga Barack Obama duduk di kursi plastik sambil mendengarkan siaran radio. Mereka tidak menghiraukan ayam-ayam dan bocah tak bersepatu berkeliaran di ruang itu. Perhatian mereka tertuju pada siaran radio tentang bagaimana Barack menghadapi pemilihan pendahuluan di New Hampshire, Selasa (8/1).

"Betapa indahnya. Tapi saya belum mau melompat sekarang," kata Said Obama, salah satu paman Barack, saat mengetahui kemenakannya itu semakin populer. Saat itu ia belum tahu, hasil akhir di New Hampshire Barack mengaku kalah pada Hillary Clinton.

Kogelo adalah tempat tinggal keluarga Obama. Desa ini bagian barat Kenya ini tidak menjadi korban kerusuhan yang melanda negara itu dua pekan terakhir. Namun jaraknya dari wilayah terdekat yang menjadi korban hanya sekitar 90 menit berkendara.

Dua suku besar terlibat dalam kerusuhan itu. Suku Luo, asal keluarga Obama, melawan Kikuyu, suku Presiden Mwai Kibaki yang sejak lama mendominasi politik dan ekonomi Kenya. Kerusuhan yang mengakibatkan sedikitnya 500 orang tewas itu sedang menjadi pemikiran Said.

"Andai saja Barack Obama ada di Kenya sekarang, ia akan bekerja bersama para pemimpin untuk membawa mereka ke meja perundingan, lalu menemukan penyelesaian masalah yang merusak negara ini," kata Said.   

Nyatanya, Barack tidak menjauh dari masalah yang menyergap negeri leluhurnya itu. Menurut juru bicaranya, Robert Gibbs, Obama telah berbicara dengan pemimpin oposisi, Raila Odinga selama lima menit, sebelum berkampanye di New Hampshire, Senin (7/1).

Odinga, juga anggota suku Luo, mengakui pembicaraannya dengan Barack. "Dia menelpon di tengah kesibukan kampanye, itu menunjukkan kepeduliannya pada Kenya. Dia juga mengatakan akan menelpon Kibaki agar Kibaki setuju mencari solusi masalah ini," kata Odinga kepada BBC.co.uk.
 
Agaknya Odinga merasa dirinya penting ketika mendapat telepon Barack itu. Ia bahkan mengaku sebagai kemenakan ayah Barack Obama yang juga bernama depan Barack. Soal ini Gibb membenarkan ayah Barack dan Odinga berasal dari suku yang sama, namun soal apakah ada hubungan darah ia mengaku tidak tahu.
   
Kepedulian Barack Obama terhadap nasib negeri leluhurnya itu diungkapkan lagi dalam kampanye di Selasa (8/1) di New Hampshire. Saat itu ia mendesak para pemimpin di Kenya segera menginstruksikan pada para pendukungnya untuk menahan diri. "Carilah penyelesaian damai yang sesuai dengan hukum di Kenya," kata Barack.
   
Tidak cuma sebatas kampanye. Ia pun mendiskusikan perkembangan di Kenya itu dengan para penasihatnya dan Menlu AS, Condoleezza Rice. Ia pun sudah berbicara dengan tokoh kharismatik Afrika Selatan Uskup Desmond Tutu yang saat ini sedang berada di Nairobi untuk membantu mencari solusi damai.

Ketika berkunjung ke Kenya pada Agustus 2006, Barack Obama menyinggung topik yang tabu dibicarakan secara terbuka, yaitu korupsi. Tanpa tedeng aling-aling Barack mengkritik korupsi tingkat tinggi dan politik kesukuan yang sudah mendominasi Kenya sejak merdeka dari Inggris pada 1963. Kedua hal ini turut memicu kerusuhan pascapemilu lalu.
    
"Sangat banyak orang duduk dan mendengarkan, tetapi pemerintah tidak suka itu. Omongannya menyinggung sesuatu yang tidak pernah disentuh. Wabah korupsi di sini dan politik kesukuan tidak bisa lepas dari mata Anda, cukup dengan melihat kementerian yang ada," ujar Said mengenang pidato Barack yang disiarkan di televisi secara nasional itu.

Dalam pidato itu, Barack mengatakan, "Korupsi bukan masalah baru. Bukan cuma persoalan Kenya atau Afrika. Itu persoalan manusia. Korupsi yang kita rasakan bersama ini, di Kenya menjadi sebuah krisis yang merampok peluang yang dengan gigih diperjuangkan orang-orang jujur."

"Politik yang didasarkan kesukuan harus dihentikan," kata Barack yang langsung mendapat tepukan tangan meriah dari para mahasiswa dan dosen sebuah universitas.   
   
Begitulah kenyataannya, Barack Obama tidak hanya memesona warga AS. Warga di Kenya yang nyaris tidak pernah ditinggalinya pun terkesima. Begitu juga dengan keluarga Obama di Kogelo yang tidak pernah melewatkan siaran radio tentang perjuangan saudara Amerika mereka merebut kursi presiden AS.
   
Di ruang tamu rumah nenek Obama, beberapa foto kunjungan 2006 dan 1987 berpigura dipajang berderet di dinding. Tak cukup itu, sebuah poster pemilihan senator. Di ruang itulah, Sarah Hussein Obama, sang nenek yang mengenakan busana warna cerah dan sandal berhias manik-manik dan cangkang, duduk di kursi kayu sambil menantikan berita-berita tentang sang cucu.
   
Barack senior mendapatkan beasiswa untuk belajar di sebuah universitas di Hawaii. Di sanalah ia bertemu dan menikah dengan seorang wanita kulit putih. Lalu pasangan ini berpisah dan Barack senior kembali ke Kenya. Di sana ia bekerja sebagai ekonom pemerintah sampai ia meninggal dalam kecelakaan pada 1982. Makamnya yang berkeramik putih terletak di salah satu sudut kompleks keluarga.
   
Barack yunior lebih banyak tinggal di Hawaii sehingga tidak mengenal sang ayah secara baik. Namun, niatnya mencalonkan diri sebagai presiden AS disambut secara antusias di Kenya. Bahkan ribuan orang menyempatkan hadir dalam kunjungannya pada 2006 itu.     
Said Obama mengatakan kemenakannya itu membuktikan diri sebagai sebuah lentera harapan. "Bahkan dalam situasi sesulit apa pun, anda bisa mencapai prestasi paling tinggi dengan hanya tekat kuat dan kerja keras," ujar Said.
   
Ada sebuah keyakinan di benak sang paman, jika terpilih menjadi presiden AS, Barack Obama akan menghangatkan hubungan Amerika dan Afrika. "Karena ia punya akar di sini," kata Said.(AP/SAS)
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com